Di klenteng ini, tak hanya umat Tri Dharma yang beribadah dan minta petunjuk dewa. Masyarakat sekitar juga bersugesti pada pengaruh dewa. Mulai dari urusan jodoh, sakit, pekerjaan, ujian sekolah, masalah keluarga hingga menemukan anak hilang, mereka minta petunjuk dewa.
idealoka.com (Jombang) – Minggu pagi, 4 Februari 2018, tak banyak umat Tri Dharma yang beribadah di klenteng Hong San Kiong, Desa/Kecamatan Gudo, Jombang, Jawa Timur. Hanya beberapa saja yang datang silih berganti.
Sebelum ritual, mereka membakar hio dan menyembah patung dewa Kong Co Kong Tik Cun Ong. Setelah itu, juru kunci atau pemandu ibadah klenteng memegang pwapwee atau sepasang alat dari kayu berbentuk setengah lingkaran atau seperti bulan sabit. Pwapwee dilempar untuk mengetahui jawaban dewa.
Beberapa kali juru kunci juga mengocok puluhan alat seperti supit atau stik, seperti orang mengundi atau melotre. Alat itu disebut ciam sie.
BACA : TIONGHOA RASA JAWA (1): Gudo dan Sejarahnya
Nomor yang tertera pada ciam sie ini akan menentukan ramalan nasib maupun ramalan resep obat. Ramalan-ramalan itu sudah tertulis dalam 100 jenis kartu ramalan yang disediakan dalam kotak-kotak kartu ramalan berbahasa Tiongkok dan bahasa Indonesia ejaan lama.
Pengurus klenteng setempat yang juga penyuluh agama Konghucu, Nanik Indrawati, mengatakan pwapwee adalah salah satu alat komunikasi antara manusia dan dewa dalam ramalan kuno Tiongkok.
Tujuannya minta persetujuan dewa apakah permohonan yang diajukan diterima, dilanjutkan, atau dihentikan. “Jika salah satu pwapwee terbuka atau tertelungkup artinya disetujui. Jika keduanya tertelungkup artinya tidak disetujui dan jika keduanya terbuka artinya tidak pasti,” katanya.
BACA : TIONGHOA RASA JAWA (2): Toleransi dari Hati
Menurutnya, klenteng terbuka untuk semua umat, tak hanya umat Tri Dharma.
“Semua yang meminta bantuan atau pertolongan melalui Kong Co Kong Tik Cun Ong selalu dilayani asal tujuannya baik,” ujarnya.
Tak hanya etnis Tionghoa atau umat Tri Dharma yang minta bantuan di klenteng, tapi juga masyarakat pribumi yang rata-rata Islam.
Keperluan mereka beragam mulai dari ingin anaknya lulus ujian, mendapat pekerjaan yang baik, sembuh dari penyakit atau masalah keluarga yang dialami, sampai soal perjodohan.
“Ada saja orang yang minta bantuan agar barang yang akan digunakan untuk tujuan tertentu di-blessing (diberkati) di sini. Misalnya pensil untuk ujian atau surat lamaran kerja,” katanya.
BACA : TIONGHOA RASA JAWA (4): Berbagi dengan Warga
Barang atau benda itu diberkati di altar pemujaan dengan bantuan juru kunci. “Bukan berarti mereka diberkati jadi umat Konghucu. Sama sekali tidak,” katanya.
Banyak keajaiban yang menurutnya timbul dari kekuasaan dewa yang disembah di klenteng. Pernah ada warga yang minta pertolongan agar anaknya yang hilang ditemukan.
Setelah juru kunci meminta petunjuk ke dewa, dikabarkan anak tersebut sudah ditemukan. Begitu juga ketika ada warga yang lama mengabdi di klenteng dan menderita sakit kanker.
“Karena tidak punya biaya, maka minta bantuan ramalan resep obat dengan petunjuk dari dewa klenteng setempat,” katanya. Berkat obat tersebut, yang bersangkutan bisa bertahan hidup sampai meninggal di usia tua. “Tapi semua kembali pada kepercayaan masing-masing,” katanya.
Dalam buku koleksi klenteng yang berjudul “Sedjarah Gudo” karangan Liem Sik Hie tahun 1954 juga diterangkan berbagai keajaiban yang dipercaya datang dari dewa sesembahan klenteng setempat.
BACA : TIONGHOA RASA JAWA (5): Akulturasi Sosial Budaya
Yang cukup menggemparkan misalnya saat terjadi kerusakan mesin pabrik gula di Gudo sebelum pabrik gula bentukan Belanda itu ditutup tahun 1930. Segala upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi namun mesin tetap tak berfungsi.
Hingga akhirnya, para pekerja etnis Tionghoa menyarankan pada pejabat pabrik gula dari Hindia Belanda agar meminta bantuan dewa di klenteng.
Saran ini akhirnya disetujui dan patung Kong Co Kong Tik Cun Ong diarak ke pabrik gula yang hanya berjarak 500 meter dari klenteng dan masuk ke dalam ruang bagian mesin. Tak berselang lama, mesin penggiling tebu dan penghasil gula bergerak dan berfungsi kembali. (*)
Penulis & Foto: Ishomuddin