Popok Cemari Sungai, Dua Wanita Gugat Pemerintah di Pengadilan

idealoka.com – Dua wanita warga Jawa Timur menggugat Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pusat dalam mengelola sumber daya Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang tercemar sampah popok sekali pakai.

Mereka adalah Mega Mayang Mustika, 35 tahun, warga Kota Malang, dan Riska Darmawanti, 35 tahun, warga Kabupaten Sidoarjo. Mega adalah ibu rumah tangga dan Riska seorang konsultan lingkungan. Melalui tim kuasa hukum yang ditunjuk, keduanya mendaftarkan gugatan melalui mekanisme hak gugat warga negara atau citizen lawsuit di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin, 11 Februari 2019.

Kuasa hukum dan penggugat usai mendaftarkan gugatan di PN Surabaya, Senin, 11 Februari 2019. (Dok. Ecoton)

Mereka ingin Brantas sebagai sumber air minum dan sumber kehidupan bebas dari kontaminasi sampah popok. “Tidak layak sebagai bangsa yang besar meminum air bercampur sampah popok,” ujar Mega dalam siaran tertulis.

Pihak yang digugat antara lain Gubernur Jawa Timur, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Para pejabat tersebut dianggap paling bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya dan pengendalian limbah dan sampah di DAS Brantas baik sebagai operator dan regulator.

Aktivis Ecoton menunjukkan tumpukan sampah popok sekali pakai di bawah jembatan sungai Brangkal, Kec. Sooko, Kab. Mojokerto. (Dok. Ecoton)

“Kami meminta para tergugat bersih-bersih sampah popok sampai tuntas di DAS Brantas,” kata Mega.

Salah satu anggota tim kuasa hukum penggugat, Rulli Mustika Adya, menganggap para tergugat tidak melakukan amanat Undang-Undang (UU) secara penuh antara lain UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional Jawa Timur, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.

“Dampaknya, sungai Brantas tercemar sampah popok,” kata Rulli.

Aktivis lingkungan yang juga Koordinator Brigade Evakuasi Popok, Ajiz, mendukung upaya hukum kedua perempuan tersebut. Sebab perilaku masyarakat membuang popok di DAS brantas tidak terkendali dan pemerintah wajib mengatasinya.

“Semua jembatan yang melintasi sungai Brantas dan anak sungainya jadi tempat membuang sampah popok,” kata Ajiz.

Menurutnya, sampah popok yang dibuang di sungai bisa membahayakan habitat hewan di sungai termasuk ikan dan manusia yang memanfaatkan sumber daya air sungai dan hewan terutama ikan. Remah-remah sampah popok telah berubah menjadi mikroplastik atau serpihan plastik ukuran kurang dari 4,8 milimeter dan ditemukan pada 80 persen ikan yang hidup di Brantas.

“Jika ikannya dimakan manusia bisa berbahaya karena mengandung mikroplastik,” kata Ajiz.

Kepala BBWS Brantas Saroni Soegiharto belum memberi tanggapan saat dikonfirmasi atas gugatan masyarakat tersebut.

DAS Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa setelah Bengawan Solo dengan luas 11.800 kilometer persegi atau seperempat luas Jawa Timur. DAS Brantas mengalir di Sungai Brantas itu sendiri dan terpecah ke dua anak sungai yakni Sungai Porong dan Kali Mas. DAS Brantas mengaliri sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Timur mulai dari Kota Batu, Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, sampai Kota Surabaya. (*)

Related posts

Leave a Reply