Penangkapan Akademisi dan Aktivis Pengkritik Pemerintah dan TNI Dianggap Berlebihan

idealoka.com – Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), sosiolog, peneliti, penulis, dan mantan aktivis reformasi 1998, Robertus Robet, ditangkap aparat kepolisian dan dibawa ke Mabes Polri, Kamis dini hari, 7 Maret 2019.

Setelah menjalani pemeriksaan, Robertus ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian terkait orasinya pada Kamis, 28 Februari 2019, yang beredar dan viral di media sosial. Dalam orasinya, Robertus menyanyikan sebuah lagu tentang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang diplesetkan di zaman reformasi 1998. Video lengkap orasi Robertus bisa dilihat di link ini https://youtu.be/xEIxpIhpUrM

Read More

Selebihnya, dalam orasinya ia mengingatkan dan mengkritik ancaman munculnya kembali dwi fungsi TNI dalam kebijakan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang ditandai dengan sejumlah jabatan sipil yang dijabat TNI aktif.

Selain mengkritik Jokowi sebagai calon presiden petahana, Robertus juga mengingatkan rekam jejak calon presiden Prabowo Subianto sebagai seorang militer. Ia mengkhawatirkan ancaman fasisme dan militer yang tak profesional masuk dalam ranah sipil dan mengendalikan demokrasi.

“Ini bukan perkara personal, bukan perkara kita membenci atau menolak satu grup (capres),” kata Robertus dalam rekaman video di YouTube.

Ia mengingatkan kembali tentang pentingnya supremasi sipil dalan demokrasi. “Yang ingin kita kokohkan adalah apa yang disebut dengan supremasi sipil. Kehidupan politik, demokrasi, dan ketatanegaraan harus dipegang kaum sipil. Kenapa tidak boleh dipegang militer? Karena kaum militer orang yang memegang senjata dan senjata tidak bisa diajak berdebat, tidak bisa diajak berdialog, sementara demokrasi dan kehidupan ketatanegaraan harus berbasis pada dialog yang rasional,” ujarnya.

Ia menyatakan tidak menolak sepenuhnya peran militer dalam negara. Negara tetap membutuhkan militer untuk kepentingan pertahanan negara. “Kenapa kita dulu menghendaki tentara kembali ke barak? Bukan karena kita membenci tentara. Kita cinta tentara yang profesional, yang menjaga pertahanan Indonesia,” ujarnya.

Menanggapi penangkapan Robertus, Kordinator Parliament Watch yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Umar Sholahudin angkat bicara. Menurutnya, orasi Robertus tidak terlalu berlebihan dan cukup wajar.

“Dalam orasinya ada sebuah kritik, dia mengkhawatirkan jika TNI masuk ranah jabatan sipil akan berpotensi melahirkan dwi fungsi ABRI/TNI baru. Sebuah kritik mustinya tidak direspon berlebihan. Cukup dimintai klarifikasi,” katanya.

Menurutnya, kritik konstruktif dari masyarakat harus dinilai sebagai ‘vitamin’ bagi pemangku kebijakan untuk tidak bermain-main dengan gagasan penarikan militer ke jabatan sipil.

“Cara represif dan eksesif justru akan berpeluang melahirkan perilaku ala ORBA yang anti kritik, bisa diselesaikan dengan cara elegan yakni dialog konstruktif, bukan pendekatan represif,” ujarnya. (*)

Related posts

Leave a Reply