idealoka.com – Illovo Sugar Africa Ltd, produsen gula terbesar di benua Afrika yang berpusat di Afrika Selatan tertarik menanam dan mengembangkan varietas tebu tahan kering NXI-4T karya Profesor Bambang Sugiharto, peneliti senior sekaligus ketua Center for Development of Advance Science and Technology (CDAST) Universitas Jember (Unej).
Ketertarikan ini disampaikan Senior Scientist Illovo Sugar Africa, Nickholas Grantham, saat berkunjung selama lima hari, 17-21 Juni 2019 di Jember dan beberapa kota lokasi penanaman tebu tahan kering NXI-4T di Jawa Timur. Menurut Nickholas, tebu tahan kering karya Bambang terbukti dapat tumbuh subur di lahan kering sehingga cocok di tanam di perkebunan tebu yang dikelola Illovo Sugar Africa yang tersebar di beberapa negara di Afrika yang umumnya lahan kering.
Ketertarikan pria peraih gelar doktor dari University of Cambrigde ini pada tebu varietas tahan kering NXI-4T makin bertambah saat melihat langsung varietas tebu yang ditanam PTPN XI di lahan milik PG Soedhono di Ngawi. “Tebu varietas tahan kering NXI-4T di sini memiliki tinggi hingga 3 meter sementara di kebun kami rata-rata hanya 2 meter. Bahkan diameter tebunya lebih besar, padahal kondisi tanahnya sama-sama tergolong tanah kering,” ujar pria yang akrab dipanggil Nick Grantham ini dalam siaran pers tertulis yang dikirim Humas Unej, Jum’at, 21 Juni 2019.
Selama kunjungannya di Indonesia, Nick Grantham juga mengunjungi PG Semboro, Jember, dan kebun percobaan Universitas Jember di Jubung dengan didampingi Bambang.
Illovo Sugar Africa adalah produsen gula terbesar di Afrika yang sudah berdiri sejak tahun 1891. Selain memiliki perkebunan tebu di Afrika Selatan, Illovo juga memiliki perkebunan tebu di lima negara lainnya seperti Mozambik, Malawi, Eswatini, Tanzania, dan Zambia. Selain memproduksi gula sebagai produk utama, Illovo juga menghasilkan produk turunan dari gula seperti ethanol yang memasok kebutuhan di benua Afrika.
“Kami perkirakan kebutuhan gula di Afrika pada tahun 2020 nanti mencapai 6 juta ton. Oleh karena itu perusahaan kami giat meluaskan lahan tebu namun terbentur pada masalah produktivitas tebu karena lahan di Afrika yang umumnya lahan kering. Oleh karena itu saya rasa tebu tahan kering ini cocok ditanam di Afrika,” kata Nick Grantham.
Bambang menjelaskan jika bibit tebu tahan kering NXI-4T yang dikembangkannya mulai tahun 2013 itu sudah dalam tahapan komersialisasi setelah melewati uji keamanan hayati. Uji keamanan hayati meliputi uji keamanan lingkungan, uji keamanan pangan, dan uji keamanan pakan.
Saat ini tebu tahan kering NXI-4T sudah ditanam dan dikembangkan oleh PTPN XI sebagai pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) tebu tahan kering NXI-4T di beberapa lahannya seperti di PG Pagotan Madiun seluas 30 hektar, lahan PG Soedhono Ngawi seluas 10 hektar, dan lahan tebu PTPN XI lainnya.
Dalam diskusi antara Nick Grantham dengan Bambang muncul berbagai opsi teknis terkait pengiriman bibit tebu tahan kering NXI-4T ke Afrika Selatan. Salah satunya dengan mengirimkannya dalam bentuk benih sintetis dalam kapsul. Pengiriman bibit tebu tahan kering dalam bentuk stek dari Indonesia ke Afrika Selatan tidak memungkinkan karena jarak yang jauh sehingga kemungkinan bibit rusak di perjalanan sangat besar.
“Oleh karena itu kami menawarkan pengiriman bibit tebu tahan kering dalam kapsul yang sudah kami kembangkan di CDAST,” kata Bambang. Selain aman, bibit tebu tahan kering yang dalam bentuk kapsul mampu bertahan hingga empat bulan. Bahkan bisa tahan hingga enam bulan asal suhunya dijaga di suhu empat derajat celsius.
Sebelumnya, saat mengunjungi Kampus Tegalboto (Unej), Nick Grantham bertemu Rektor Unej Mohamad Hasan. Dalam pertemuan tersebut, Nick Grantham menceritakan alasannya sudi menempuh jarak ribuan kilometer dari Afrika Selatan ke Jember.
“Sebab setiap kali mencari tema tebu tahan kering secara online, maka yang muncul adalah nama Profesor Bambang dari Universitas Jember. Oleh karena itu saya penasaran dan memutuskan mengunjungi Jember. Kebetulan sebelumnya saya ada acara memberikan materi seminar terkait gula di Vietnam,” ujar Nick Grantham.
Dalam pertemuan tersebut muncul rintisan kerjasama antara para peneliti bioteknologi di Unej dengan peneliti di Illovo Sugar Company. Nick Grantham ini selain ahli bioteknologi tebu juga meneliti pemanfaatan ampas tebu untuk digunakan sebagai bahan nano material misalnya sebagai bahan baku kertas. “Nah, kita di CDAST sekarang ini tengah merintis pemanfaatan ampas tebu di Indonesia sebagai bahan pembuatan plastik yang ramah lingkungan. Harapannya dengan kepakaran Nick Grantham bisa menambah wawasan dan kesempatan kerjasama dengan para peneliti bioteknologi di Kampus Tegalboto,” kata Bambang.
Unej melalui CDAST berusaha mengembangkan berbagai penelitian yang dapat dihilirkan di bidang bioteknologi khususnya di bidang pertanian, perkebunan, dan kesehatan. Salah satu kegiatan rutin yang diadakan adalah menggelar seminar internasional yang menghadirkan para pembicara dari berbagai lembaga dan organisasi yang kompeten seperti yang akan diadakan tanggal 10 hingga 12 Juli 2019 mendatang.
“Seminar internasional yang akan kami adakan dalam waktu dekat ini mengambil tema bioteknologi pertanian dan keamanan hayati, bekerjasama dengan Departemen Pertanian Amerika Serikat dan CropLife Indonesia,” ujar Bambang. (*)