Gandrung Tengah Sawah, Kembalinya Budaya Agraris Gandrung

idealoka.com – Angin sepoi-sepoi tertiup segar. Gamelan khas Banyuwangi mulai ditabuh. Sebanyak 50 penari berjalan di antara pematang sawah, bersiap memanjakan mata dengan gerak gemulai khas Tari Jejer Gandrung.

Para penonton wisatawan lokal dan mancanegara bersiap dengan kamera ponsel maupun kamera digital mengabadikan momen unik dan langka, Gandrung di tengah sawah. Sembari mereka menikmati makanan dan minuman.

Read More

Begitulah suasana pegelaran tari Jejer Gandrung yang digelar di pematang sawah sekitar resto Waroeng Kemarang, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu, 22 September 2019.

Tari Jejer Gandrung di tengah sawah. 

“Ini sebetulnya upaya nguri-nguri (menjaga kelestarian) kesenian tradisional dari kami sebagai destinasi wisata kelunis lokal Banyuwangi. Perlu ada inovasi agar panampilan kesenian itu tidak monoton,” ujar pemilik Waroeng Kemarang, Wowok Merianto, yang mempunya ide pagelaran tari Jejer Gandrung di tengah sawah.

Untuk mempersiapkannya, Wowok bekerjasama dengan para guru tari dari sejumlah sekolah. “Para Guru tari langsung bisa menerjemahkan keinginan saya dan hanya membutuhkan waktu beberapa minggu latihan,” katanya.

Menurutnya, ia sengaja memilih tari Jejer Gandrung untuk dipentaskan di pematang sawah. “Selain sebagai tari untuk penyambutan tamu, tari ini juga sangat populer dan banyak dihafal anak-anak sekolah,” ujar Wowok. Menari di antara pematang sawah jadi tantangan tersendiri bagi penari yang merupakan para pelajar putri. Mereka harus menjaga keseimbangan gerak di tengah pijakan kaki pada jalan pematang sawah yang sempit.

Ia membantah pagelaran gandrung di tengah sawah itu hanya sensasi. Menurutnya, apa yang dilakukannya itu untuk mengingatkan masyarakat bahwa Gandrung itu sebenarnya budaya atau kesenian agraris. “Awal kesenian Gandrung itu dari ritual Seblang yang tujuannya untuk memuja Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan,” katanya.

Sebelum merealisasikan idenya, ia sudah berdiskusi dengan budayawan Banyuwangi. “Bahwa tempat kesenian Gandrung ini sebetulnya di sawah, bukan di pantai. Kreativitas Gandrung Tengah Sawah ini selain menarik wisatawan, juga untuk menyatukan Gandrung dengan alam,” kata Wowok.

Lokasi Warone Kemarang yang berada diantara pematang sawah cukup mendukung pagelaran tari yang dipercaya bagian dari budaya agraris tersebut. Bahkan saat pementasan berlangsung, aktivitas petani mencabuti gulma di sawah tetap dibiarkan.

“Tim kami di Waroeng Kemarang terus berupaya menyajikan pementasan terbaik. Posisi warung ini ada di tengah sawah dan dekat dengan para petani. Maka konsep ke depan yang dikembangkan tidak akan jauh dari pontesi yang ada,” ujar Wowok.

Pementasan Gandrung Tengah Sawah ini juga disebarluaskan secara langsung lewat media sosial Facebook dan diapresiasi banyak pihak. “Saya salut dengan kreasi baru pentas Gandrung di tengah sawah ini. Kita bisa leluasa melihat gemulai tari Gandrung sambil menikmati desiran angin persawahan,” kata seniman lukis Banyuwangi, S. Yadi K. yang menonton bersama keluarga besarnya.

Diaspora Banyuwangi yang tinggal di luar kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan kota-kota lainnya juga hadir dan menikmati Gandrung Tengah Sawah. (*)

  • Penulis & Foto: Hasan Sentot
  • Editor: Ishomuddin

Related posts

Leave a Reply