Situs petirtaan Sumberbeji masih menyimpan misteri. Misalnya tentang saluran air atau parit berkelok tiga atau luk telu. Begitu juga dengan sumber mata air dan jaringan air tanah yang belum terungkap.
idealoka.com (Jombang) – Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang, Jawa Timur, bukanlah wilayah pegunungan yang biasanya kaya dengan sumber mata air.
Ketinggian wilayah Sumberbeji hanya sekitar 82 meter di atas permukaan laut (dpl). Jarak Sumberbeji dengan pegunungan juga cukup jauh, misalnya dengan Gunung Anjasmoro yang berjarak sekitar 76 kilometer.
Namun air tanah di kampung ini cukup melimpah. Maka tak heran di dusun ini dibangun sebuah petirtaan kuno yang diprediksi sudah ada sejak abad 11 masehi sebelum masa Majapahit dan baru ditemukan pada abad 21 masehi atau sepuluh abad kemudian.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (1): Petirtaan Bangsawan
“Orang zaman dulu tidak sembarangan membangun, pasti memperhatikan segala sesuatunya. Termasuk membuat petirtaan, pasti dilihat potensi sumber airnya,” kata Ketua Paguyuban Pelestarian Cagar Budaya dan Sejarah Sumberbeji Sarif Hidayatullah, Kamis, 10 Oktober 2019.
Hal yang sama dikatakan tokoh masyarakat yang juga Kepala Desa Kesamben, Wandoko Sungkowo Yudha.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (2): Mitos dan Fakta di Balik Sendang Sumberbeji
Menurut pria yang akrab disapa Yudha ini, Kesamben yang artinya ‘Yang Dituakan’ menyimpan sejarah masa lalu khususnya zaman raja Airlangga di abad 11.
“Kami yakin situs petirtaan itu terkait dengan masa Airlangga sebelum masa Majapahit,” katanya.
Menurutnya, Sumberbeji memang menyimpan sumber air yang melimpah.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (3): Peradaban Airlangga dan Kerajaan Jenggala?
“Air yang mengalir di petirtaan Sumberbeji itu dari sumber mata air yang besar dan memang belum diungkap,” katanya.
Sumber mata air besar itu menurutnya mengalir dalam jaringan air tanah yang saling terhubung.
“Ada jaringan air tanah yang saling terhubung, termasuk antara situs petirtaan dan sumur brumbung yang sampai sekarang masih digunakan masyarakat,” ujarnya.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (4): Arca Pancuran Garuda yang Langka
Sumur brumbung tak jauh dari areal Sendang Sumberbeji yang di dalamnya terdapat situs petirtaan.
Sumur tua berbentuk lingkaran dari batu itu sekarang dipakai untuk air wudlu di salah satu musala.
“Airnya tidak pernah surut. Jika musim kemarau, masyarakat yang sumur surut mesti ambi air di sumur brumbung,” kata salah satu warga Dusun Sumberbeji, Aan Lutfiuddin.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (5): Jejak Kisah Pencarian Air Suci
Yudha maupun Aan sama-sama menyebut jika di Desa Kesamben tak hanya menyimpan cagar budaya atau situs petirtaan.
“Ada yang lebih besar dan luas dari petirtaan,” kata Yudha yang masih enggan menyebut secara rinci. Menurutnya, indikasi adanya situs yang lebih besar itu sudah ada dan terbuat dari batu.
Sementara itu, berdasarkan keterangan nenek Aan, Supinah, yang wafat tahun 1993, dikatakan bahwa Dusun Sumberbeji atau Desa Kesamben tidak hanya menyimpan situs petirtaan.
“Waktu kecil saya biasa didongengi sebelum tidur dan kata mbah saya, di situ memang ada tempat pemandian (petirtaan) dan candinya,” kata Aan.
Tak hanya misteri candi dan jaringan air tanah, arsitektur situs petirtaan yang sudah ditemukan juga masih menyimpan misteri. Misalnya bentuk saluran air atau parit yang dibuat berkelok tiga atau luk telu.
BACA : FOTO & GRAFIS: Jejak Kisah Air Suci Abadi di Sumberbeji
“Kenapa tidak lurus, tapi dibuat berkelok. Ini menarik untuk dikaji,” kata arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho yang memimpin penggalian situs petirtaan Sumberbeji.
Menurut arkeolog yang akrab disapa Wicak ini, pola aliran air yang mengalir dari saluran hulu dan menyebar ke dinding pembatas sampai pancuran utama juga masih dalam proses penelitian.
“Dari saluran masuk lubangnya dibuat menyempit agar tekanannya kuat. Air kemudian dipecah ke saluran-saluran kecil yang menuju bagian tengah dan bagian dinding samping kanan kiri,” katanya, (*)
Penulis & Foto: Ishomuddin