idealoka.com – Pagelaran malam Grand Final Puteri Indonesia 2020 yang dikemas menarik dan menjadi hiburan serta inspirasi banyak masyarakat Indonesia yang berdurasi panjang terkalahkan dengan 30 detik saja. Tragedi 30 detik yang langsung viral menghiasi semua media social, tidak lain karena finalis Puteri Indonesia 2020 Kalista Iskandar dari Sumatera Barat tidak sempurna melafalkan pancasila.
Kejadian berawal saat Ketua MPR Bambang Soesatyo memberikan pertanyaan kepada Kalista untuk menyebutkan lima sila Pancasila. Sila pertama hingga ketiga dilafalkan dengan sempurna, namun ketika melafalkan sila keempat dan kelima menjadi awal petaka bagi Kalista. Pertanyaannya, mengapa begitu mudah masyarakat mem-bully Kalista dengan ungkapan-ungkapan yang jauh dari nilai-nilai Pancasila?
Penulis tergelitk dengan komentar Najwa Shihab melalui akun instagramnya yang mengunggah foto dirinya ketika pertama kali tampil di televisi, disandingkan dengan foto Bambang Soesatyo dan Kalista Iskandar. Menariknya, bagi Najwa, kejadian tersebut membuatnya bisa terbang pada masa lampau saat dirinya pertama kali liputan di televise dan karena kegugupannya sampai lupa dengan menyebut namanya sendiri dengan nama orang lain.
Tidak sampai disitu, Najwa juga menceritakan bahwa pada saat pertama kali menjadi reporter bencana tsunami Aceh karena kegugupannya juga salah menyebut Kota Calang menjadi Calung. Uniknya, kegugupan tersebut juga pernah dialami Bambang Soesatyo saat mengucap sumpah menjadi Ketua DPR RI yang harus diulang tiga kali.
Tulisan ini berangkat dari tulisan sebelumnya yang berpangkal pada kegelisahan Mas Menteri Nadiem Makarim tentang tiga dosa pendidikan yang salah satunya adalah bullying. Disadari atau tidak, perjuangan Kalista Iskandar dari bawah yang mengalahkan sekian puteri yang lainnya dengan kompetensi yang dimilikinya seakan-akan tidak pernah ada rekam jejak digitalnya.
Sebaliknya, tiga puluh detik menjadikannya sebagai bahan bullying yang begitu deras dan seperti sulit untuk surut. Fenomena bullying seakan begitu mudah dilakukan oleh generasi milenial, dahulu kita mengenal dengan “mulutmu harimaumu”, detik ini ternyata begitu mudah berbuat bullying, cukup dengan “jarimu harimaumu”.
****
Manifestasi bullying yang dilakukan pada Kalista Iskandar dalam bentuk verbal dengan memaki dan mengejek melalui media sosial sungguh menjadi pemandangan yang sangat tidak menarik. Pada fase inilah penulis dengan tegas mengatakan bahwa Kalista Iskandar sesungguhnya adalah “malaikat” bagi bangsa Indonesia tercinta ini.
Kalista turun dari langit meski tanpa sayap telah mengingatkan kepada kita semua bahwa pentingnya memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancaila dan tidak sekadar hanya dibibir saja atau cukup dihafalkan saja. Terlebih, persoalan yang sama dengan Kalista juga pernah dialami oleh Prabowo Subianto yang sekarang menjabat Menteri Pertahanan dan juga Duta Pancasila Zaskia Gotik.
Pancasila yang lahir dari proses perdebatan dan perjuangan panjang para founding fathers bangsa Indonesia ini wajib terus dilestarikan. Masih terekam dengan jelas dan tertulis dalam catatan sejarah bangsa, bagaimana sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa harus berdebat panjang dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.
Dari sejarah ini tersirat dan tersurat dengan jelas bahwa Pancasila adalah manifestasi dari keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu pulau, ratusan bahasa daerah, ratusan suku bangsa, enam agama, dan kepercayaan lainnya. Kesaktian pancasila yang telah teruji dan akan terus bertubi-tubi untuk diuji kesaktiannya sejak lahirnya 1 Juni 1945 hingga sekarang akan lucu sekali jika tragedi kecil Kalista malah bertabur bullying yang jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila.
Kalista Iskandar adalah “malaikat” yang mengingatkan kepada masyarakat Indonesia untuk membangun kesadaran kolektif membumikan Pancasila. Kalista memberikan kode keras bahwa Pancasila tidak saja cukup dihafalkan kelima silanya dengan batasan waktu super cepat 30 detik.
Pancasila seharusnya tidak hanya lantang diucapkan pada saat upacara bendera dan sarana berebut pulang lebih dulu bagi anak-anak SD karena mampu hafalkan pancasila. Lebih dari itu, nilai-nilai yang terkandung dari Pancasila sudah seharusnya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
****
Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila lebih penting untuk terus didengungkan kepada para generasi penerus bangsa. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai-nilai luhur seperti keyakinan adanya Tuhan, ketakwaan kepada Tuhan, toleransi antar umat beragama, kebebasan memeluk dan menjalankan agama, dan menjadi koridor dari sila kedua hingga kelima.
Nilai toleransi beragama harus menjadi catatan penting untuk terus digelorakan, mengingat banyak sekali survey yang menyatakan bahwa sekolah-sekolah dan guru-guru banyak yang berpikir dan bersikap intoleran.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung nilai-nilai luhur seperti kesamaan derajat di antara setiap warga negara, simbol pengakuan atas kemanusiaan, berani membela kebenaran, dan rasa bangga bangsa.
Fenomena sosial yang terjadi masih banyak sekali kejadian ketimpangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bagaimana hukum menjadi sangat tumpul bagi warga negara yang punya uang dan kekuasaan. Sebaliknya menjadi sangat tajam bagi rakyat jelata. Fakta sosial inilah yang menjai pemicu konflik horisontal dan terdegradasinya kepercayaan masyarakat pada pelaksana tugas penegakan hukum.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia mengadung nilai-nilai luhur seperti rasa persatuan dan kesatuan, rela berkorban demi bangsa dan negara, cinta tanah air, dan memajukan pergaulan yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
Mencitai tanah air adalah sebagaian daripada iman (Hubbul Wathon Minal Iman) tentunya harus diwujudkan dengan aksi-aksi nyata bagaimana mencintai bangsa Indoonesia dengan ikut aktif membangun bangsa sesuai dengan tugas atau pofesi yang dijalani.
Sebagai seorang guru, bagimana menanamkan nasionalisme yang kokoh pada generasi emas, menjadi siswa yang berkarakter, berdaya saing tinggi, sehingga mampu membanggakan bangsanya.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mengandung nilai-nilai luhur seperti kedaulatan berada di tangan rakyat, adanya perwakilan rakyat, dan mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan.
Nilai-nilai demokrasi yang terdapat dalam nilai-nilai luhur Pancasila menjadi sangat penting untuk ditransformasikan kepada semua peserta didik. Pada akhir-akhir ini, musyawarah sering dilompati dalam pengambilan keputusan. Semua hal dilakukan dengan cara voting dengan alasan percepatan.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung nilai-nilai luhur seperti mengembangkan perbuatan yang luhur, menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, dan mewujudkan kemajuan yang merata.
Capaian tujuan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahir maupun batin adalah cita-cita yang mulia. Menciptakan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke adalah tanggung jawab negara.
****
Sementara itu, sebagai warga negara yang baik, kita semua harus mempunyai upaya bagaimana meningkatkan pemerataan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Memulai perubahan dari diri sendiri untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) tentu saja akan mempercepat proses keadilan bagi banyak pihak.
Akhirnya, mari rentangkan tangan kita. Kaitkan satu dengan yang lainnya, bersatu padu membangun bangsa Indonesia tercinta ini dengan pondasi nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak saja terucap dibibir. Bukan hanya merangkai kata untuk dihafalkan saja, tapi berbuat nyata membangun negeri sebisa yang kita bisa.
Pesan Gus Dur yang begitu menyentuh hati: “Keberagaman adalah bahasa keindahan Tuhan, menolak keberagaman, memaksakan segala perbedaan, berarti tidak mengakui eksistensi Tuhan”. Melalui pesan tersebut harusnya kita selalu menyadari bahwa keberagaman, ketidakteraturan tanpa kesengajaan yang dilakukan oleh Kalista adalah pengingat yang baik agar kita selalu terus mengamalkan Pancasila demi keutuhan NKRI. (*)
- Penulis: Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEd (Pengurus Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso)