idealoka.com (Surabaya) – Sebanyak 19 Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten dan Kota di Jawa Timur telah merampungkan rekapitulasi perolehan suara Pilkada serentak 2020. Hasilnya, ada sepuluh calon petahana yang kalah.
Di Jember, Bupati Faida yang berpasangan dengan Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Vian) kalah dari pasangan Hendy siswanto-KH Muhamad Balya Firjaun Barlaman.
Lalu Ponorogo, petahana Bupati Ipong Muchlissoni yang kali ini menggandeng Bambang Tri Wahono kalah dari penantangnya, Sugiri Sancoko-Lisdyarita.
Di Kabupaten Blitar, Bupati Rijanto dan Marhaenis juga kalah dari pasangan Rini Syarifah-Santoso.
BACA : Bawaslu Didesak Proaktif Selidiki Politik Uang Pilkada
Selanjutnya mantan Wakil Wali Kota yang diangkat jadi Wali Kota Pasuruan Raharto Reno Prasetyo dan Mochammad Hasjim ‘tumbang’ dari mantan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf yang berpasangan dengan Adi Wibowo.
Sementara, Wakil Bupati Situbondo Yoyok Mulyadi yang menggandeng Abu Bakar Abdi juga kalah dari penantangnya, Karna Suswandi-Khoirani.
Di Gresik, Wakil Bupati Qosim yang berpasangan dengan Asluchul Alif kalah dari Fandi Ahmad Yani-Aminatun Habibah.
Mantan Wakil Bupati Mojokerto yang kemudian menjabat Bupati Mojokerto Pungkasiadi berpasangan dengan Titik Masuda kalah dari istri mantan Bupati sebelumnya, Ikfina Fahmawati, berpasangan dengan Muhammad Al Barra.
Di Lamongan, Wakil Bupati Kartika Hidayati yang menggandeng Saim juga kalah dari mantan Sekda Lamongan Yuhronur Efendi yang diduetkan dengan Abdul Rouf.
Dan di Pacitan, Wakil Bupati Yudi Sambogo yang menggandeng Isyah Ansori kalah dari lawannya, Indrata Nur Bayu Aji-Gagarin.
BACA : Kiai Diminta Tak Terjerumus Politik Transaksional Pilkada
Terakhir, Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko yang menggandeng Muhammad Riza Azizi tumbang dari istri petahana Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Ipuk Fiestiandani, yang maju bersama Sugirah.
Direktur Surabaya Survei Center (SSC) Mochtar W. Oetomo melihat rata-rata kekalahan petahana ini menandakan tingkat ketidakpuasan masyarakat. Di Ponorogo misalnya, survei sebelum hari pemungutan suara menunjukkan kepuasan masyarakat terhadap Bupati Ipong kurang bagus.
Kemudian di Jember, konflik yang berlarut antara legislatif dengan Bupati Faida menyisakan problem. Selain juga tidak adanya partai yang mendukung Faida sehingga harus maju lewat jalur perseorangan.
“Persoalannya adalah bahwa Pilkada serentak 2020 bersamaan dengan merebaknya pandemi Covid-19. Pandemi menyisakan banyak problem di kalangan pemerintahan baik pusat, regional maupun lokal, karena kompleksnya persoalan,” ujar Mochtar, Sabtu, 19 Desember 2020.
Mochtar menyebutkan kebanyakan memang pemerintah daerah tidak bisa menjawab ekspektasi dan harapan dari masyarakat. Mereka ingin melihat seluruh persoalan di masa pandemi cepat selesai.
“Maka wajar rata-rata dari berbagai hasil tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan pada masa ini relatif rendah. Itu relatif berimplikasi pada Pilkada, dimana banyak calon-calon yang tidak bisa menjawab ekspektasi masyarakat itu kemudian kalah,” katanya.
Harusnya, kata dia, masa kampanye yang singkat lebih menguntungkan petahana. Pasalnya, dari segi kesiapan lebih panjang karena telah menjabat.
Namun demikian, Mochtar tak memungkiri ada sejumlah faktor lain yang membuat kemenangan calon bukan petahana. Tokoh-tokoh penting atau kunci di balik calon yang diusung juga sangat menentukan.
Seperti di Kabupaten Mojokerto, salah satu tokoh di balik pasangan Ikfina-Al Barra adalah pengasuh ponpes Amanatul Ummah KH Asep Saifuddin Chalim yang juga ayah dari Barra.
BACA : Sepaham: Hak Konstitusional Perlindungan Nyawa Warga Lebih Penting dari Pilkada
Kiai Asep dekat dengan Ketua Umum PP Muslimat NU yang juga Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sehingga suara Ikfina-Barra unggul jauh diduga karena dukungan Muslimat setempat. Khofifah seperti ‘balas jasa’ atas perjuangan Kiai Asep yang mengusungnya sebagai calon Gubernur saat itu.
Figur Ikfina sebagai istri dari terpidana korupsi mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) ternyata tidak membuat masyarakat berpikir panjang. Apalagi Ikfina-Barra disokong dengan modal atau dana politik yang tak sedikit.
“Meski mantan Bupati Mojokerto MKP tersandung kasus di KPK, tetapi masyarakat melihatnya sebagai sosok yang memberikan efek pembangunan yang besar bagi masyarakat, seperti jalan dan sektor pariwisata,” kata Mochtar. (*)