idealoka.com (Surabaya) – Kekerasan fisik dan verbal kembali dialami wartawan atau jurnalis saat menjalankan kerja jurnalistiknya. Koresponden Tempo di Surabaya, Nur Hadi, mengalami penganiayaan dan kekerasan verbal saat meliput kegiatan mantan Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji. Angin adalah tersangka kasus suap pajak yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan siaran pers dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya dan redaksi Tempo, Hadi mengalami penganiayaan saat mendatangi resepsi pernikahan anak dari Angin yang menikah dengan anak pejabat kepolisian, Kombes Achmad Yani. Yani merupakan mantan Kepala Biro Perencanaan Polda Jatim dan sejak Maret 2020 menjadi Kepala Biro Perencanaan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Resepsi pernikahan itu digelar di Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB) Kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut (Kodiklatal) Surabaya, Sabtu malam, 27 Maret 2021.
BACA : Mahfud MD: Jangan Ganggu Kerja Jurnalis, Jurnalis Teman Pengungkapan Kasus
Hadi saat itu mengajak seorang kawannya dan masuk pintu lain untuk memantau dan mengambil foto acara resepsi. Setelah mengambil foto pelaminan dimana terdapat tersangka Angin dan besannya, Hadi didatangi sejumlah orang berpakaian batik.
Mereka bertanya identitas Hadi dan kaitan dengan acara tersebut. Hadi mengaku sebagai keluarga dari mempelai perempuan. Setelah dikonfrontir dengan keluarga perempuan, keluarga perempuan mengaku tak mengenal Hadi.
Sejumlah orang yang bertugas mengamankan acara tersebut akhirnya menginterogasi dan melakukan penamparan, pemukulan, serta ancaman pembunuhan. Hadi pun mengaku sebagai koresponden Tempo yang ditugasi meliput kegiatan tersangka Angin di Surabaya. Pihak keluarga mempelai juga merampas dan menghapus foto di handphone Hadi serta mereset handphonenya hingga seluruh data di handphone hilang.
Interogasi terhadap Hadi dilakukan di musala di belakang gedung yang digunakan untuk pernikahan dan di Pos Kompleks Kodiklatal setempat. Interogasi dilakukan sejumlah orang termasuk ajudan Angin, anggota Polri, dan TNI yang bertugas mengamankan acara resepsi.
BACA : Oknum Polisi Menantu Angin Diduga Terlibat Penganiayaan Jurnalis Tempo
Hadi sempat dibawa ke Polres Tanjung Perak namun di tengah perjalanan dikembalikan lagi ke lokasi gedung tempat resepsi pernikahan. Setelah itu, ia dibawa ke sebuah hotel hingga tengah malam. Kemudian ia dipulangkan dan tiba di rumahnya pada Minggu dini hari, 28 Maret 2021, sekitar pukul 02.00 WIB.
Hadi sempat diberi uang Rp600 ribu oleh pihak keluarga mempelai namun ditolak beberapa kali dan tetap dipaksa agar diterima sebagai kompensasi perampasan dan penghilangan data di handphone. Hingga akhirnya uang itu diselipkan Hadi di salah satu bagian di dalam mobil yang mengantarnya pulang ke rumahnya.
Sebelumnya, Hadi juga pernah mengalami ancaman dan sempat dicari aparat intelijen TNI setelah menginvestigasi pelanggaran penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berupa abu batubara di kawasan Lapangan Terbang TNI AU di Raci, Kabupaten Pasuruan, tahun 2019. Hadi dan istrinya sempat mengungsi di rumah aman selama beberapa bulan untuk menghindari potensi kekerasan.
Untuk mengadvokasi penganiayaan yang baru saja dialami, Hadi didampingi Aliansi Jurnalis independen (AJI) Surabaya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya.
Ketua AJI Surabaya Eben Haezer menyatakan apa yang dilakukan para pelaku termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik dan melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain itu, juga melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pengimplementasi Hak Asasi Manusia.
BACA : LPSK Proaktif Tawarkan Perlindungan Jurnalis Tempo Korban Penganiayaan di Surabaya
“Kami mengecam aksi kekerasan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk profesional menangani kasus ini, apalagi mengingat sebagian pelakunya adalah aparat penegak hukum,” ujar Eben.
Koordinator KontraS Surabaya Rachmat Faisal mengatakan terulanganya kasus keerasan terhadap jurnalis ini menunjukkan lemahnya aparat kepolisian dalam memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang melakukan kerja jurnalistik.
“Polisi juga gagal mengimplementasikan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 mengenai Implementasi HAM dalam tugas-tugasnya,” ujar Faisal.
Sementara itu, pihak keluarga Angin maupun Yani yang mengetahui kejadian tersebut belum bisa dikonfirmasi terkait kronologi kejadian. (*)