idealoka.com – Masyarakat resah dengan isi postingan atau pesan berantai di media sosial (medsos) yang saling menghasut dan mendiskreditkan pasangan calon presiden dan wakil presiden maupun partai politik dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. “Informasi di media sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu meresahkan dan bisa membuat perpecahan antar saudara, tetangga, dan teman,” kata salah satu warga Pasuruan, Suyanto, Rabu, 15 Agustus 2018.
Sementara itu, Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Aan Anshori menyayangkan pihak-pihak yang menebarkan fitnah di media sosial terutama dalam perebutan pengaruh di Pilpres 2019. “Pemerintah dan penyelenggara pemilu harus bersikap tegas menindak akun-akun penebar fitnah dan kebencian. Pelakunya harus diproses hukum,” katanya.
Di tengah persaingan antar dua kubu pengusung dan pendukung dua pasangan calon presiden dan wakil presiden RI, beredar banyak informasi di media sosial yang diduga bermuatan kampanye negatif maupun kampanye hitam.
Salah satunya melalui media sosial Facebook (FB) dan WhatsApp (WA) berupa informasi yang mengatasnamakan anggota ormas atau kelompok simpatisan capres, cawapres, atau partai tertentu. Isinya berupa pernyataan sikap atau curahan hati yang seakan-akan menghormati salah satu calon atau partai tertentu namun sejatinya malah merendahkan orang atau partai yang disebut.
Misalnya, pernyataan sikap yang mengatanamakan kader Nahdlatul Ulama (NU) yang seakan-akan menghormati dan menyayangkan sikap Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin yang jadi cawapres pendamping capres petahana Joko Widodo (Jokowi). Yang bersangkutan mengaku warga NU dan simpatisan Ma’ruf namun di akhir pernyataan malah mendukung calon pesaing, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Nama dan nomor Kartu Anggota NU (Kartanu) yang disebut dalam postingan di Facebook maupun pesan berantai di WA tersebut diduga palsu.
Bak gayung bersambut, muncul pernyataan sikap lainnya yang beredar di WhatsApp dan menyudutkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Presiden PKS Sohibul Iman sebagai pengusung Prabowo-Sandi. Pernyataan sikap dan curhatan itu menyindir isu ‘partai kardus’ atau mahar politik ratusan miliar yang diterima partai-partai pengusung Prabowo-Sandi termasuk PKS. Isi pesannya seakan menghormati dan menyayangkan sikap elit PKS namun sejatinya malah merendahkan. Pesan ini juga mencantumkan nama dan nomor kartu anggota PKS yang diduga palsu.
“Perbuatan black campaign yang menghasut, adu domba, dan fitnah maupun rekayasa informasi yang tidak benar tersebut bisa dikenai pidana sesuai pasal 214 juncto pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Nurul Gufron. Ancaman pidananya penjara minimal enam bulan dan maksimal dua tahun dan denda minimal Rp6 juta dan maksimal Rp24 juta. (*)