idealoka.com – Ia hanya seorang guru di sebuah sekolah di yayasan pondok pesantren di Jawa Timur. Gajinya tak seberapa dan barangkali tak cukup untuk menghidupi keempat anaknya.
Namun ada cara yang dianggapnya “sah” menurut persepsi pribadinya karena “membantu” sekolah lain mendapat bantuan dana pendidikan dari Kementerian Agama.
Secara kebetulan, saudaranya punya akses ke pejabat di Kementerian Agama untuk memperlancar pasokan bantuan pendidikan bagi sekolah-sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama.
Ia pun berkolaborasi dengan saudaranya dan jadilah ia semacam kordinator penggalang bantuan pendidikan Kementerian Agama tingkat kecamatan.
Dana pendidikan yang berhasil diunduh dan diserahterimakan ke sekolah-sekolah bervariasi mulai dibawah hingga diatas Rp100 juta.
“Biasanya dipotong 20 persen. Yang 10 persen untuk orang Kemenag. Saya dan saudara saya masing-masing 5 persen,” katanya saat santai mengobrol di rumahnya, Juni 2018 silam. Bahkan ada yang sampai dipotong 50 persen jika nilainya besar. “Asal kita komitmen,” ucapnya. “Kebiasaan buruk” ini sudah dilakoninya sejak lama dan dianggap saling menguntungkan antara penerima dana dengan sang makelar.
Dengan “tambahan rejeki” itu maka tak susah baginya membangun sebuah rumah cukup mewah di lingkungan pesantren keluarganya dan membeli sebuah rumah yang tak jauh dari pesantren.
Pengakuan sumber ini hanyalah pengakuan kecil dari sekian dugaan suap, korupsi, dan monopoli akses dana pendidikan di Kementerian Agama. Termasuk jual beli jabatan atau suap untuk memperoleh jabatan penting di Kementerian Agama tingkat provinsi hingga pusat.
Penangkapan politikus PPP Romahurmuziy dan Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin oleh KPK jadi pintu masuk untuk membersihkan Kementerian Agama dan lembaga pendidikan di bawahnya termasuk pesantren dari “penyakit” suap. Tak peduli lembaga tersebut berafiliasi dengan ormas apapun baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, dan sebagainya.
Secanggih apapun rekayasa suapnya, toh Tuhan Yang Maha Melihat (Allah SWT) tahu isi hati dan tindakan manusia. Mari bersama-sama membangun budaya anti suap dan tertib administrasi untuk menghindari rekayasa suap itu sendiri.
Ini semua untuk menjaga marwah (martabat) Kementerian Agama dan lembaga pendidikan di bawahnya baik sekolah dan pesantren. (*)