IDEALOKA.COM (Banyuwangi) – Kampung Papring di Kelurahan/Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan potensi bambunya. Untuk mengenalkan lebih luas kerajinan bambu yang diproduksi sendiri oleh warga setempat, mereka menggelar hajatan Hikayat Bambu Papring 2024.
Sejumlah kegiatan, seperti pameran aneka produk bambu, lomba mainan tradisional dari bambu, fashion show batik, hingga kenduri seni budaya.
Nama Papring sendiri singkatan dari panggone pring yang berarti tempat bambu tumbuh. Di kampung ini, banyak warga yang memproduksi besek atau sebutan wadah dari anyaman bambu. Kampung ini terletak sekitar 15 kilometer dari kota Banyuwangi dan berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl).
BACA: Cegah Kekerasan Anak dan Bangkit Pascapandemi melalui Sekolah Pengasuhan di Banyuwangi
Sebagian besar masyarakat di Papring adalah buruh tani. Sebagian lainnya menggantungkan hidup di hutan dengan mencari kayu serta bambu, beternak, dan membuat besek anyaman bambu untuk dijual. Anyaman yang dibuat adalah besek (wadah), gedheg (dinding bambu), dan lanjaran (bambu untuk menjalarnya tanaman).
Kini, anyaman bambu dari Papring mulai menggeliat seiring dengan keberadaan sekolah Kampoeng Batara di wilayah tersebut. Penggagas Kampoeng Batara, Widie Nurmahmudy, mengatakan sekolah ini lahir dari keprihatinan kondisi di Papring. Di kawasan tersebut, kesadaran masyarakat akan pendidikan masih kurang hingga muncul masalah anak putus sekolah dan perkawinan usia anak.
Kampoeng Batara didirikan tahun 2015. Dengan tekad besar, empat pemuda ini mulai mensosialisasikan dan mengajak warga pentingnya pendidikan. Mereka memulainya dari musala kecil dengan mengajak anak-anak sekitar untuk kembali belajar.
BACA: Gandrung Sewu “Payung Agung”, Harmonisasi Antarbudaya di Banyuwangi
Sesekali mereka belajar dan bermain di halaman dan ruang terbuka di sekitar rumah. Pembelajaran di sini pun memakai konsep bermain sembari memberikan pengetahuan soal alam, konservasi, dan budaya lokal.
“Prinsip kami adalah segala proses penggalian potensi yang ada di desa selalu berdasarkan konsep edukasi, ekologi, dan ekonomi. Apa yang kami usahakan selama sembilan tahun terakhir ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat,” ujar Widie, Minggu, 27 Oktober 2024.
Tak hanya masalah pendidikan sekolah, mereka perlahan juga mengedukasi warga untuk meningkatkan nilai tambah potensi sekitar, termasuk diajak mengolah bambu.
Anyaman bambu mereka berkembang menjadi besek dengan ukuran dan model yang beragam, tas, kap lampu, pincukan, dan lain-lainnya. Selain anyaman, juga ada kerajinan batik yang bermotif bambu dan pemanfaatan potensi lokal yang lain.
BACA: Festival Kitab Kuning Banyuwangi Kembali Digelar, Bertema Kitab Kuning Menjaga Negeri
“Saya sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan warga Kampoeng Batara. Terima kasih karena sudah menjadi pionir kekayaan pariwisata budaya di sekitar sini,” kata Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah saat menghadiri Hikayat Bambu Papring.
“Event ini bukan hanya sebagai peringatan ulang tahun saja. Lebih dari itu, ini adalah perayaan warga yang berhasil menggali potensi dan kearifan lokal yang ada di daerahnya dengan kreatif,” kata Sugirah.
Acara tersebut juga dihadiri Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sjamsul Hadi. Pihaknya siap mendukung gerakan masyarakat berbasis desa seperti Kampung Batara Papring.
“Yang kami harapkan, ke depan potensi Kampoeng Batara bukan hanya tersalurkan dari desa ke kota, tapi juga bisa antarkota hingga nasional,” ujar Sjamsul.
Dalam Hikayat Bambu Papring juga diberikan apresiasi atau penghargaan kepada para mitra yang selama ini ikut membangun Kampoeng Batara. Bukan hanya itu, juga ada apresiasi yang diberikan kepada warga yang berhasil membuat cipta karya sendiri, mulai dari cipta kostum bambu, cipta karya seni, cipta karya motif batik, dan cipta karya digital. (*)