idealoka.com – Ratusan pasang mata memandang grup seni Jaranan yang tengah beraksi, Sabtu malam, 25 Agustus 2018. Tua, muda – laki – laki, perempuan — nampak memerhatikan setiap gerak tubuh setiap pemain. Selain tarian, pelaku seni itu juga melakukan ritual khusus di halaman Kantor Desa Darmorejo, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.
Aroma kemenyan dan alunan gamelan menambah nuansa mistis di lokasi pertunjukan. Empat penari yang membawa caplokan memulai aksi lebih dulu. Dari belakang ‘panggung’ mereka berjalan di tengah kerumunan penonton yang disekat tali pembatas.
Mulut caplokan terbuka dan tertutup seiring gerakan badan penari yang memerankannya. Beberapa menit kemudian, mereka menyebar menuju empat sudut, yakni barat, timur, utara dan selatan.
Sebagian penonton anak-anak yang berjongkok dekat garis pembatas, secara spontan berdiri dan sedikit berlari. Mereka tegang. Rasa takut bersarang di benaknya. “Takut kalau nanti tiba-tiba diserang,’’ celetuk seorang bocah.
Di saat empat caplokan berada di pojokan, penari yang menaiki kuda tiruan dari anyaman bambu memasuki lokasi pementasan. Mereka bergerak secara bergiliran. Pecut yang dibawa berungkali dikibaskan. Suara khas alat yang memiliki nama lain cemeti menggelegar. Lagi-lagi sebagian penonton secara spontan berdiri dari jongkoknya. Lalu, bergeser ke titik lain lantaran takut terkena kibasan pecut.
Suasana kian tegang ketika tengah malam. Sebagian penari yang bergerak dinamis dan selaras dengan musik pengiring tiba-tiba kesurupan. Pawang atau biasa disebut dengan gambuh berusaha menyembuhkannya.

Insiden ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi warga. Mereka yang tetap menonton meski waktu sudah lebih dari pukul 00 : 00 penasaran. Seteleh gambuh berhasil menjalankan tugasnya, penonton memberikan tepuk tangan. Penari kembali meliukkan badannya menyeleraskan alunan gamelan.
Tari Jaranan yang digelar itu merupakan puncak kegiatan peringatan HUT ke-73 Republik Indonesia di Desa Darmorejo. Kepala desa setempat, Suradi, mengatakan dipilihnya kesenian itu semata-mata untuk hiburan. Apalagi, sebagian anak-anak juga mementaskan kesenian tradisional lain, seperti tarian tradisional dan pencak silat.
“Jadi masih ada hubungannya. Kalau untuk tarian yang dibawakan anak-anak merupakan inisiatif warga sendiri untuk tampil,’’ kata Suradi di sela acara.
Selain pentas seni, Desa Darmorejo juga menggelar sejumlah lomba. Ketua panitia peringatan HUT ke-73 RI desa setempat, Setyo Widodo, mengatakan lomba balap kelereng, balap karung, makan dan memasukkan pensil di dalam botol dikhususkan bagi anak-anak dilangsungkan sehari sebelumnya.
Di hari yang sama lomba nyunggi tampah, gedhong rinjing bagi ibu-ibu juga digelar. Selain itu, jalan sehat dengan jarak tempuh sekitar 2 kilometer dengan rute mengitari desa pun dilangsungkan sepekan sebelum acara puncak peringatan HUT ke-73 RI.
“Untuk dananya berasal dari bantuan desa dan swadaya masyarakat. Intinya, untuk memeriahkan peringatan kemerdekaan,’’ ujar Widodo. (*)
Kontributor : ND Nugroho
Editor : idealoka.com