Pencemaran DAS Brantas, Pemerintah Pusat dan Jawa Timur Digugat Secara Hukum

Aktivis Ecoton mengecek tingkat pencemaran di saluran pembuangan limbah PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin) di Sungai Porong, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, 3 Juni 2018. (Dok. Ecoton)

idealoka.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Gubernur Jawa Timur digugat secara hukum terkait pencemaran di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas.

Gugatan hukum tersebut didaftarkan organisasi Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) di Pengadilan Negeri Surabaya.

“Ketiga instansi pemerintahan tersebut yang paling berwenang terkait perlindungan, pengelolaan, dan pelestarian sungai khususnya yang menyangkut pencemaran dan kualitas air sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” kata Manajer Advokasi dan Litigasi Ecoton, Rulli Mustika Adya, Sabtu, 12 Januari 2019.

Ecoton menilai pemerintah abai terhadap pengelolaan limbah di DAS Brantas sehingga memperburuk kualitas air sungai dan mengancam habitat ikan serta manusia yang memanfaatkan nair sungai. “Pembiaran yang dilakukan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum,” kata Rulli.

Aktivis Ecoton mengecek tingkat pencemaran di saluran pembuangan limbah industri pembuatan penyedap makanan PT Cheil Jedang Indonesia di Sungai Brantas, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 3 Juni 2018. (Dok. Ecoton)

Dalam gugatan perdata dengan nomor perkara 08/Pdt G/2019/PN Sby tersebut, Ecoton menuntut para calon tergugat agar menghukum industri yang menyebabkan pencemaran dan matinya ikan secara massal di DAS Brantas, membentuk dan melaksanakan patroli Kali Brantas yang melibatkan seluruh pihak, dan meminta maaf kepada masyarakat karena telah gagal memberikan pengawasan dan penanganan melalui media.

Ecoton juga menuntut pemerintah memasang kamera pemantau (CCTV) di setiap titik yang menjadi saluran pembuangan limbah (outlet) perusahaan sepanjang DAS Brantas, menganggarkan program pemulihan DAS Brantas dalam APBN 2020, menyusun standar operasional prosedur (SOP) penanganan ikan mati di DAS Brantas, dan memberikan sanksi hukum yang berlaku baik sanksi administrasi, perdata, dan pidana lingkungan hidup.

Ecoton mencatat dalam sepuluh tahun terakhir setiap tahun terjadi ikan mati secara massal dalam jumlah ribuan di DAS Brantas termasuk yang ditemukan di Sungai Porong Sidoarjo. Pemerintah telah diingatkan namun tidak ada tindak lanjut pencegahan atau penindakan.

“Ikan-ikan tersebut mati karena kekurangan oksigen terlarut dalam air atau dissolved oxygen (DO) yang menurun akibat beban pencemaran,” kata Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi. Selain sebagai habitat ikan air tawar, masih banyak manfaat sungai bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia yang memanfaatkan sumber daya sungai.

Menurut Prigi, hingga kini Kementerian LHK belum menetapkan daya tampung beban pencemaran untuk DAS Brantas sejak ditetapkan sebagai Wilayah Sungai Strategis Nasional tahun 2006 oleh Kementerian Pekerjaan Umum.

Aktivis Ecoton mengecek tingkat pencemaran di saluran pembuangan limbah industri pembuatan penyedap makanan PT Cheil Jedang Indonesia di Sungai Brantas, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 3 Juni 2018. (Dok. Ecoton)

“Kami juga menilai belum ada koordinasi yang baik antar instansi pemerintah yang berwenang dalam pengelolaan DAS Brantas baik dari aspek pembangunan, penataan, pengendalian pencemaran, dan pengelolaan kualitas air,” kata Prigi. Instansi pemerintah yang terlibat diantaranya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas dibawah Direktorat Jendral Sumberdaya Air Kementerian PUPR sebagai regulator, Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Malang sebagai operator, dan Kementerian KLHK yang berwenang dalam pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air.

Data Ecoton menyebutkan setidaknya ada 11 pabrik gula milik pemerintah dan puluhan industri swasta yang membuang limbahnya di DAS Brantas. “Selain industri gula, industri lain yang membuang limbah dalam volume besar misalnya industri penyedap makanan, pengolahan kertas, dan minuman (instant),” kata Prigi.

DAS Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa setelah Bengawan Solo dengan luas 11.800 kilometer persegi atau seperempat luas Jawa Timur. DAS Brantas mengalir di Sungai Brantas itu sendiri dan terpecah ke dua anak sungai yakni Sungai Porong dan Kali Mas. DAS Brantas mengaliri sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Timur mulai dari Kota Batu, Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, sampai Kota Surabaya. (*)

Related posts

Leave a Reply