idealoka.com (Kediri) – Sekda Kabupaten Kediri, Dede Sujana, bersama Staf Ahli Menko Kemaritiman, Mayor (Inf) Bagja Sirait, menemui warga terkait pembebasan lahan bandara yang tinggal sekitar 1 persen, Jum’at, 24 Januari 2020.
Pertemuan warga dengan pemerintah itu membahas terkait rencana konjungsi yang akan dilakukan apabila warga tidak memberikan tanah yang mereka tempati.
Dede dalam sambutannya mengatakan konsolidasi langsung antara pemerintah dengan masyarakat ini adalah yang terakhir, sebelum nantinya dilakukan peresmian peletakan batu pertama.
“ini pertemuan kesekian kalinya dan ini penjelasan terakhir terkait dengan rencana pembangunan bandara, yang artinya tanah harus dibebaskan,” ujarnya.
Dede menjelaskan kedatangan pemerintah hari ini adalah untuk menjelaskan aturan pembangunan dan tentang pembebasan lahan bandara.
“Kami mohon agar nanti ada penjelasan dari Staf Ahli Menko Kemaritiman sehingga bapak ibu bisa lebih memahaminya,” tuturnya.
Sesuai dengan rencana, Dede menambahkan, masyarakat diberikan deadline hingga akhir Januari 2020 untuk menyerahkan lahan mereka untuk kepentingan pembangunan bandara yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Itu kan sudah jelas ya rencana konjungsi itu dimulai awal Februari, jadi kita mengharapkan yang disampaikan masyarakat bisa memahami dan masih ada waktu untuk ganti untung tanah untuk bandara ini,” ujarnya.
Tak hanya ganti untung, pemerintah juga memberikan fasilitas rumah untuk masyarakat yang tidak mampu.
“Yang di Tanjung baru adalah fasilitas untuk masyarakat miskin, nanti paling tidak setelah ini yang untuk masyarakat miskin bisa dipindah segera kesana,” tuturnya.
Sementara pada saat yang bersamaan pula, Staf Ahli Menko Kemaritiman Mayor (Inf) Bagja Sirait mengatakan saat ini pembebasan lahan hanya tinggal 1 persen tersebar di Desa Tarokan, Bulusari, dan Grogol.
“Kami melihat dari masyarakat ini merasa harus ada penegasan, bahwa bandara itu jadi dibangun atau tidak. Makanya kami disini ini untuk menegaskan,” katanya.
Bagja pun berharap ke depan masyarakat mengubah pikirannya untuk memberikan tanah yang ditinggali saat ini dengan ganti untung dari pemerintah.
“Sesegera mungkin masyarakat diharap memberikan tanah sebelum proses konjungsi dilakukan para penegak hukum,” katanya.
Terkait ganti rugi, menurut Bagja, adalah program langsung dari pemerintah pusat untuk mensejahterakan masyarakat tidak mampu, agar tidak terkatung-katung ketika tanah yang ditempati menjadi lahan bandara.
“Kenapa ganti rugi, karena dari data kita ada yang di dalam satu rumah 4 KK, sementara tanah yang ditempati kecil. Makanya kita relokasi,” ujarnya. (*)