AJI Desak Jokowi Batalkan Remisi Pembunuh Jurnalis

idealoka.com – Tragedi pembunuhan berencana pada wartawan sekaligus redaktur koran harian Radar Bali (Jawa Pos Group), Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa, kembali mencuat setelah kasusnya terungkap tahun 2009 lalu. Prabangsa dibunuh karena berita-berita yang ditulisnya mengenai dugaan korupsi dana pendidikan di Kabupaten Bangli, Bali, yang bersumber dari APBD dan APBN.

Korupsi tersebut melibatkan Nyoman Susrama adik kandung Bupati Bangli saat itu, I Nengah Arnawa. Tragedi itu kembali jadi buah bibir setelah 7 Desember 2018 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi remisi perubahan hukuman Susrama dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara. Susrama adalah perencana atau perancang pembunuhan dengan dibantu anak buahnya.

Pada saat perkaranya disidik, Susrama adalah calon anggota legislatif (caleg) terpilih dengan suara terbanyak di Dapil Bangli I (Kecamatan Bangli dan Tembuku) dari PDI Perjuangan untuk DPRD Bangli periode 2009-2014. Belum diketahui motif pemberian remisi tersebut, apakah murni prosedur hukum atau bermuatan politis untuk mendulang suara Jokowi sebagai capres petahana dan PDI Perjuangan di Pilpres dan Pileg 2019 khususnya di Bangli dan Bali pada umumnya.

Kasus pembunuhan Prabangsa tak hanya memuat aspek kriminal, tapi juga intrik politik dan hukum saat perkaranya disidangkan.

Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, delapan kasus pembunuhan wartawan lainnya belum tersentuh hukum antara lain Fuad M Syarifuddin (Udin) wartawan Harian Bernas Yogya (1996), Herliyanto wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), Ardiansyah Matrais wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan Alfrets Mirulewan wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).

Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susarama dengan divonis penjara seumur hidup. Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.

Kini Presiden Joko Widodo, melalui Kepres No. 29 tahun 2018 tanggal 7 Desember 2018, memberi keringanan hukuman kepada Susrama. 2. “Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan. Tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia,” kata Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan dalam rilis yang diterbitkan AJI 23 Januari 2019.

Menanggapi keluarnya keputusan presiden itu, AJI menyatakan sikap:

  1. Mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi kepada pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis. Fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana. Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup.
  2. Meminta Presiden Joko Widodo mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama. Kami menilai kebijakan semacam ini tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia. AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut. (*)

Related posts

Leave a Reply