Kebiri Pemerkosa Anak, Hakim: Pelaku Sadis, Jadi Pelajaran bagi Masyarakat

idealoka.com – Muhamad Aris, 20 tahun, warga Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, terpidana perkosaan anak dikenai pidana tambahan kebiri kimia oleh Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Dalam perkara nomor 69/Pid.Sus/2019/PN. Mjk tersebut, Aris juga diganjar pidana penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan pidana kurungan. Putusan PN Mojokerto dikuatkan putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, 18 Juli 2019. Terdakwa menerima putusan banding tersebut.

Selain perkara dengan tempat kejadian di Kabupaten Mojokerto, Aris juga jadi terpidana dalam perkara perkosaan anak dengan lokasi di Kota Mojokerto dalam perkara nomor 65/Pid.Sus/2019/PN. Mjk. Ia diganjar penjara 8 tahun dan denda Rp100 subsider enam bulan pidana kurungan. Ia juga banding ke PT dalam perkara ini dan belum ada putusan hukum tetap.

Read More

Salah satu anggota majelis hakim yang menangani dua perkara Aris, Erhamuddin, mengungkapkan kesadisan yang dilakukan Aris pada korbannya.

“Dalam persidangan, terdakwa mengakui menyetubuhi lebih dari satu korban anak. Terdakwa juga menyeret, memukul, dan membekap korban. Bahkan ada yang disobek kemaluannya (korban) dengan tangan (terdakwa) supaya alat kelaminnya bisa masuk,” ujar Erhamuddin yang juga juru bicara PN Mojokerto, Senin, 26 Agustus 2019.

Menurut majelis hakim, perbuatan terdakwa pada para korban sadis. “Terjadi sesuatu yang sangat sadis pada anak,” kata Erhamuddin.

Majelis hakim menganggap pidana tambahan berupa kebiri itu sudah adil bagi para pihak dan agar menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun orang lain yang berpotensi melakukan hal yang sama.

“Hakim menilai itu yang paling adil untuk terdakwa, korban, dan memberikan pendidikan pada masyarakat agar ada efek jera,” kata Erhamuddin.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri Mojokerto belum bisa melaksanakan eksekusi kebiri kimia karena belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya. “Teknisnya harusnya memang menunggu PP dulu, makanya kami minta petunjuk ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Agung, karena pidana tambahan berupa kebiri kimia ini baru pertama kali di Indonesia,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Mojokerto Rudy Hartono.

Menurutnya, untuk perkara nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk, kejaksaan harus segera melakukan eksekusi terutama hukuman penjaranya karena sudah berkekuatan hukum tetap. “Kami laksanakan hukuman badannya dulu (penjara). Setelah ada petunjuk, baru eksekusi pidana tambahannya (kebiri kimia),” ujarnya.

grafis: rappler.com

Selain belum ada PP turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, dokter atau rumah sakit belum ada yang bersedia melakukan pidana kebiri kimia pada manusia. Menurut pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat dan daerah, tindakan tersebut dianggap menyalahi kode etik dokter secara nasional maupun internasional.

Sebab selain menurunkan libido seks, cairan yang dimasukkan dalam suntikan kebiri kimia bisa menyebabkan gangguan pada sejumlah organ tubuh hingga menyebabkan kematian dalam jangka waktu tertentu. (*)

 

Related posts

Leave a Reply