SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (5): Jejak Kisah Pencarian Air Suci

Gambaran proses pengadukan lautan susu (Samudra Manthana). Sumber: vedicfeed.com

Selain menyimpan arsitektur dan teknik pengairan yang tinggi, situs petirtaan Sumberbeji juga menyimpan jejak kisah pencarian air suci menurut kepercayaan Hindu sebagaimana digambarkan dalam roman Mahabharata.

idealoka.com (Jombang) – Situs petirtaan yang ditemukan di dasar sendang atau kolam air Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang, Jawa Timur, diyakini terkait kisah pencarian air suci untuk hidup kekal abadi dalam kepercayaan Hindu.

Read More

Kisah tersebut dikenal sebagai Samudra Manthana yang berarti pengadukan lautan susu dan ada dalam salah satu bagian cerita di kitab Mahabharata. Istilah pengadukan lautan susu terkait dengan budaya masyarakat India yang mengaduk-aduk cairan krim susu untuk menghasilkan mentega.

Penggalian (ekskavasi) situs petirtaan Sumberbeji.

“Berdasarkan temuan struktur bangunan dan benda-benda yang terkait dengan situs, saya yakin ini terkait cerita pencarian air suci melalui proses Samudra Manthana,” kata arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho yang memimpin penggalian (ekskavasi) Situs Petirtaan Sumberbeji, Selasa, 29 Oktober 2019.

BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (1): Petirtaan Bangsawan

Kisah Samudra Manthana banyak diadopsi dan populer di kalangan penganut Hindu Syiwa di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kisah Samudra Manthana merupakan mitologi Hindu yang dipengaruhi kebudayaan India.

Kisah ini menceritakan upaya para dewa dan asura (raksasa) memperoleh air suci (amerta) atau air keabadian agar kekal abadi melalui proses pengadukan lautan atau samudra susu. Istilah pengadukan samudra susu terkait dengan budaya masyarakat India yang mengaduk-aduk cairan krim susu untuk menghasilkan mentega.

Selain di India, kisah ini terkenal di lingkungan kerajaan-kerajaan yang dipengaruhi budaya Hindu seperti Kerajaan Khmer di Kamboja dan kerajaan-kerajaan Jawa kuno di Indonesia dan Thailand.

BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (2): Mitos dan Fakta di Balik Sendang Sumberbeji

Kisah Samudra Manthana ini diwujudkan dalam reka adegan berupa candi, relief tiga dimensi, petirtaan maupun hiasan kontemporer di bangunan-bangunan masa kini.

Reka adegan Samudra Manthana yang dipasang sebagai hiasan di Bandara Suwarnabhumi, Bangkok, Thailand. (wikimedia.org)

Reka adegan Samudra Manthana diantaranya bisa dilihat pada relief rendah yang besar dan indah di dinding candi Angkor Wat, Kamboja; mastaka atau puncak candi yang disimpan di Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto; dan reka adegan yang dipasang sebagai hiasan di Bandara Suwarnabhumi, Bangkok, Thailand.

Menurut Wicaksono, berdasarkan literatur yang dibacanya, kisah Samudra Manthana tersebut melibatkan Dewa Wisnu dan Garuda atau Garudeya sebagai dua tokoh sentral yang diceritakan.

Singkatnya, dewa dan raksasa berupaya mencari air suci agar hidup kekal abadi melalui proses pengadukan lautan susu. Pengadukan lautan susu itu menggunakan gunung Mandhara sebagai poros dan ular naga yang dililitkan pada Mandhara sebagai alat atau tali untuk memutar poros.

BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (3): Peradaban Airlangga dan Kerajaan Jenggala?

“Agar gunung Mandhara tak tenggelam, Wisnu berubah wujud jadi kura-kura raksasa,” kata Wicaksono.

Wujud kura-kura raksasa itu diduga kuat ada dalam struktur tatanan batu bata pada pancuran utama berbentuk kotak di situs petirtaan Sumberbeji.

“Jika melihat bentuk tatanan batu batanya, lekukannya itu mirip seperti lekukan bentuk badan kura-kura,” ujarnya.

Selain bentuk tatanan batu bata yang diyakini berbentuk badan kura-kura, tim BPCB Jawa Timur bersama warga Sumberbeji juga menemukan arca pancuran berbentuk Garuda.

BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (4): Arca Pancuran Garuda yang Langka

Arca berupa burung setengah manusia yang terbuat dari batu andesit itu ditemukan masih menempel kuat di salah satu dinding pembatas petirtaan yang terbuat dari batu bata.

Arca Garuda di situs petirtaan Sumberbeji.

“Tangan kiri arca garuda membawa kendi kecil dengan lubang yang memancurkan air namun saat ditemukan pancuran airnya tidak berfungsi,” kata Wicaksono.

Kendi tersebut, menurutnya, ibarat Garuda yang membawa air suci dalam kendi sebagaimana dikisahkan dalam Samudra Manthana.

Garuda mencari air suci yang akan dipersembahkan pada para Naga untuk membebaskan ibunya, Winata, dari perbudakan yang dilakukan Kadru dan para Naga yang jadi anak-anak Kadru.

BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (5): Jejak Kisah Pencarian Air Suci

“Kisah Garuda dalam Samudra Manthana menceritakan tentang pengorbanan dan pengabdian seorang anak pada ibunya,” kata Wicaksono.

Dalam kisah Samudra Manthana juga dikisahan saat Dewa Wisnu memuji Garuda yang mendapat air suci. Garuda meminta pada Wisnu agar bisa kekal abadi tanpa air suci dan Wisnu mengabulkannya dan Garuda bersedia jadi kendaraan tunggangan Wisnu dan jadi panji perangnya.

Potongan batu bata berelief diduga bagian dari menara di pancuran utama situs petirtaan Sumberbeji, Jombang, yang diduga runtuh.
Benda diduga Shanka atau kerang terompet Dewa Wisnu.

Benda temuan lainnya yang terkait kisah Samudra Manthana adalah reruntuhan menara, arca jaladwara bermotif ukiran kepala naga, dan benda diduga shankha atau hewan kerang sebagai terompet Dewa Wisnu.

Reruntuhan menara itu diduga sebagai simbol gunung Mandhara. Sedangkan arca jaladwara bermotif ukiran kepala naga terkait sosok Naga dalam kisah Samudra Manthana.

BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (6): Misteri Candi, Parit Luk Telu, dan Jaringan Air Tanah

Dalam kisah Samudra Manthana juga muncul beberapa benda berharga, hewan ajaib atau aneh, dewi, dan bidadari. “Termasuk shankha atau kerang yang digunakan sebagai terompet Dewa Wisnu,” kata Wicaksono.

Situs Petirtaan Sumberbeji ditemukan di lahan tanah kas desa seluas kurang lebih 5 ribu meter persegi. Di lahan tersebut terdapat sendang atau kolam air yang selama ini digunakan untuk sumber irigasi pertanian. Setelah dilakukan penggalian, luas areal petirtaan yang sementara tampak dan tergali mencapai sekitar 400 meter persegi.

Foto situs petirtaan Sumberbeji yang diambil dari atas dengan drone. (Dok. BPCB Jawa Timur)

Areal petirtaan terdiri dari parit saluran air sebagai hulu atau tempat air masuk sepanjang 14,1 meter dan kedalaman 0,69 meter; dinding pembatas petirtaan berbentuk kotak ukuran 19,7 x 17,1 meter; pancuran utama berbentuk kotak ukuran 6 x 6 meter; dan parit saluran air sebagai hilir berbentuk melengkung mengarah timur laut dengan panjang sementara 11,95 meter.

Pada pancuran utama yang ada di tengah dan berbentuk bujur sangkar tersebut terdapat beberapa lubang atau lorong kecil vertikal, horisontal, dan diagonal sebagai saluran pembagi air.

Selama survei penyelamatan dan penggalian Juli hingga Oktober 2019 sudah ditemukan 12 jaladwara atau arca pancuran atau saluran air yang terlepas atau copot dari tempatnya menempel.

BACA : FOTO & GRAFIS: Jejak Kisah Air Suci Abadi di Sumberbeji

Jaladwara tersebut memiliki motif ukiran bermacam-macam seperti bunga teratai, makara, dewa atau tokoh, binatang, dan lain-lain. Makara adalah makhluk mitologi Hindu berwujud binatang dengan bagian depan seperti gajah, buaya, atau rusa, dan memiliki ekor seperti ekor ikan atau ekor naga.

Pecahan benda berbahan keramik porselen khas Tiongkok dan Vietnam yang ditemukan di situs petirtaan Sumberbeji.

Tim BPCB Jawa Timur bersama warga juga menemukan beberapa koin uang khas Tiongkok, pecahan benda berbahan keramik porselen khas Tiongkok dan Vietnam, clupak atau wadah minyak terbuat dari batu untuk alat penerangan, dan batu pipih kecil berbentuk belah ketupat yang belum diketahui fungsinya.

Situs petirtaan ini diduga dibangun pada masa raja Airlangga pendiri kerajaan Jenggolo dan Kadiri abad 11 masehi sebelum masa kerajaan Singhasari dan Majapahit yang berkuasa di abad 12 hingga 15 masehi.

“Kami yakin situs ini peninggalan zaman Airlangga sebelum Majapahit,” kata tokoh masyarakat setempat yang juga inkumben calon Kepala Desa Kesamben Wandoko Sungkowo Yudha.

Pria yang akrab disapa Yudha ini mendukung penggalian dan penelitian yang dilakukan BPCB Jawa Timur. “Ini sebagai upaya untuk sama-sama menjaga peninggalan para leluhur kami,” katanya. (*)

Penulis & Foto: Ishomuddin

Related posts

Leave a Reply