idealoka.com (Jombang) – Pesantren Tebuireng, Jombang, akhirnya merespons terkait tidak adanya nama KH Hasyim Asyari dalam materi Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building) yang diterbitkan Direktorat Sejarah pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Humas atau juru bicara Pesantren Tebuireng, Nur Hidayat, mengatakan Tebuireng merasa perlu menyampaikan sikap sebagai berikut.
“Naskah tersebut sama sekali tidak layak dijadikan rujukan bagi praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia karena banyak berisi materi dan framing sejarah yang secara terstruktur dan sistematis telah menghilangkan peran Nahdlatul Ulama (NU) dan para tokoh utama NU, terutama peran Hadlratus Syaikh KH Mohammad Hasyim Asyari,” katanya dalam siaran pers tertulis, Selasa, 20 April 2021.
BACA : Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari: Menangkal Radikalisme Lewat Sejarah
Pria yang akrab disapa Dayat ini mengatakan di antara pengkondisian atau framing sejarah yang secara terstruktur dan sistematis menghilangkan peran NU dan para tokoh utama NU adalah tidak adanya lema NU dan KH. Hasyim Asy’ari dalam Jilid I dan Jilid II Kamus Sejarah Indonesia.
“Jika dicermati lebih dalam, narasi yang dibangun dalam kedua jilid Kamus Sejarah Indonesia tersebut tidak sesuai dengan kenyataan sejarah, karena cenderung mengunggulkan organisasi tertentu dan mendiskreditkan organisasi yang lain,” katanya.
BACA : Simbol Kiai dan Santri di Arsitektur Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari
Sehingga menurutnya, naskah tersebut tidak layak menjadi rujukan para praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia. “Di luar itu, banyak kelemahan substansial dan redaksional yang harus dikoreksi dari konten Kamus Sejarah Indonesia tersebut,” ujarnya.
Dayat mengingatkan bahwa sejarah sebuah bangsa sangat penting untuk membangun peradaban di masa yang akan datang. “Tidak ada satu bangsa yang menjadi besar tanpa memahami dan mempelajari sejarah leluhurnya. Karena itu, penulisan sejarah yang jujur merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa,” ujarnya.
BACA : Melihat Koleksi Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari
Oleh sebab itu, Pesantren Tebuireng menuntut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menarik kembali naskah tersebut. “Dan meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia atas kecerobohan dan kelalaian dalam penulisan kamus sejarah tersebut,’ ujarnya.
Menurutnya, pihaknya juga sempat mengecek Nomor Standar Buku Internasional atau International Standard Book Number (ISBN) kedua buku tersebut. “Saya sudah cek ISBN kedua jilid buku tersebut sebelum membikin siaran pers. Tapi penerbit yang terdaftar Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, bukan Direktorat Sejarah,” katanya. ISBN kedua buku tersebut didaftarkan tahun 2017 atau saat Mendikbud dijabat Muhadjir Effendy.