Tiga Hari, Penonton “Dirty Vote” 13 Juta Lebih

IDEALOKA.COM – Film atau video dokumenter berjudul “Dirty Vote” menggemparkan jagad politik Indonesia menjelang coblosan Pemilu, Rabu, 14 Februari 2024. Hingga Selasa, 13 Februari 2024 atau tiga hari sejak dirilis Ahad, 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB, video karya kolaborasi 23 lembaga sipil tersebut sudah ditonton lebih dari 13 juta orang sejak di dua kanal YouTube antara lain kanal Dirty Vote dan kanal Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)

Hingga Selasa pagi, sudah 6,7 juta orang yang menonton melalui kanal YouTube Dirty Vote dan hampir 6,4 juta yang menonton melalui kanal YouTube PSHK. Jika digabung, sudah lebih 13 juta orang yang menonton. Jumlah penonton film berbasis data dan fakta tersebut diprediksi akan terus bertambah karena semakin banyak kanal lain yang mengunggah atau mengomentari di YouTube.

Read More

Ratusan ribu orang telah mengomentari film tersebut. Netizen memuji video garapan para jurnalis, videografer, akademisi, pegiat lingkungan, dan pegiat antikorupsi tersebut. Netizen berharap video ini mengedukasi masyarakat dan bisa berpikir jernih dalam menentukan pilihan di Pemilu 2024.

Film dokumenter ini mengkritisi desain kecurangan Pemilu 2024 yang melibatkan pemerintah beserta aparatur negara di dalamnya.

Selain mengumpulkan sejumlah bukti berupa dokumen dan rekaman wawancara narasumber disertai infografis, di film ini juga terdapat opini dan analisis dari tiga host sekaligus akademisi ahli hukum tata negara. Mereka antara lain Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

BACA: FILM DIRTY VOTE: Tiga Ahli Hukum Tata Negara Bicara Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

Bivitri adalah pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Zainal merupakan dosen hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Feri adalah dosen hukum tata negara Universitas Andalas, Padang.

Ketiganya menyampaikan pendapat dan kritik atas Pemilu 2024 yang dianggap sarat rekayasa dan kecurangan serta mengungkap peran negara dan aparat pemerintah termasuk penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu). Mereka dituding mendesain pemilu untuk menguntungkan pasangan calon tertentu.

Related posts

Leave a Reply