Tekan Nikah Dini, Lintas Instansi di Banyuwangi Perketat Syarat Dispensasi Nikah

Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Banyuwangi Henik Setyorini, Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Amir Hidayat, dan Kepala Pengadilan Agama Banyuwangi Husnul Muhyidin menunjukkan MoU tentang syarat tambahan untuk pengajuan dispensasi nikah dini, Kamis, 26 September 2024. Foto: Pemkab Banyuwangi

IDEALOKA.COM (Banyuwangi) – Pemkab Banyuwangi menunjukkan keseriusannya dalam mencegah dan menanggulangi pernikahan dini yang marak terjadi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang skema memperketat pengurusan dispensasi nikah.

Pemkab menggandeng sejumlah instansi untuk melakukan upaya tersebut. Kerjasama tersebut tertuang dalam nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Banyuwangi Henik Setyorini, Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Amir Hidayat, dan Kepala Pengadilan Agama Banyuwangi Husnul Muhyidin di Banyuwangi, Kamis, 26 September 2024.

Read More

Kepala Dinsos PPKB Banyuwangi Henik Setyorini menjelaskan MoU itu merupakan bagian dari program perlindungan anak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Dalam kesepakatan itu tertuang dua syarat tambahan yang wajib dipenuhi sebelum seseorang mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.

BACA: Mas Dhito Minta Duta Genre Berperan dalam Pencegahan Pernikahan Dini

Syarat pertama adalah mengantongi surat rekomendasi kematangan psikologis dari psikolog yang telah ditunjuk Dinsos PPKB. Rekom tersebut bertujuan mengukur tingkat kematangan mental dari pemohon dispensasi nikah.

Syarat kedua adalah melampirkan surat rekomendasi hasil pemeriksaan kesehatan dan kematangan reproduksi. Pemeriksaan kesehatan itu nantinya difasilitasi oleh Dinkes.

“Hasil assessment nantinya akan menjadi pertimbangan hakim untuk menentukan pemohon layak diberi dispensi kawin atau tidak,” kata Henik.

Henik menambahkan tujuan utama dari skema itu bukan dalam rangka mempersulit masyarakat, justru bertujuan melindungi anak-anak dari risiko pernikahan dini.

Menurutnya, pernikahan dini memiliki berbagai dampak negatif yang signifikan, baik dari segi fisik, mental, maupun sosial. Remaja yang menikah dini seringkali belum siap secara fisik untuk hamil. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan melahirkan.

BACA: Pemkab Banyuwangi Dampingi Balita Korban Penganiayaan Ibu Tiri dan Ayah Kandung

“Belum lagi perkara kesehatan mental. Karena tanggung jawab rumah tangga yang berat di usia muda bisa menimbulkan tekanan mental, seperti kecemasan, depresi, atau stres, yang ujungnya berakhir perceraian. Ini harus dihindari,” ujar Henik.

Pernikahan dini juga cenderung meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Kurangnya pengalaman dan kedewasaan membuat mereka lebih rentan terhadap pengendalian atau eksploitasi dari pasangan.

“Secara ekonomi kalau belum matang, bisa saja mereka terjebak dalam siklus kemiskinan yang dapat berlanjut hingga generasi berikutnya,” kata Henik.

Henik berharap melalui MoU ini target perkawinan usia anak usia dini bisa ditekan. Angka perceraian, kematian ibu dan bayi, angka stunting juga bisa turun.

“Kami berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi efektivitas program yang dilaksanakan demi tercapainya tujuan jangka panjang dalam melindungi anak dan remaja,” katanya. (*)

Related posts

Leave a Reply