IDEALOKA.COM (Surabaya) – Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Surabaya kini berstatus Level 3 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 10 Tahun 2022 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19 di Jawa dan Bali.
Kendati demikian, PPKM Level 3 saat ini berbeda dengan pemberlakukan PPKM Level 3 sebelumnya. Sebab dalam aturan tersebut tidak terdapat aturan penutupan, melainkan hanya pembatasan kapasitas.
“Alhamdulillah ekonomi bisa tetap bergerak, tidak ada penutupan dan pembatasan. Maka (aplikasi) Peduli Lindungi harus tetap dipakai dan swab massal atau swab hunter juga tetap akan berjalan,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Selasa 15 Februari 2022.
Ia menerangkan apabila masyarakat memulai membuka usaha pukul 18.00 WIB, maka diwajibkan untuk tutup pada pukul 00.00 WIB. Kemudian anak-anak yang hendak melakukan aktivitas atau kegiatan di dalam mal wajib didampingi orang tua.
“Dine in (makan di tempat) 1 jam tetap, tetapi harus menerapkan prokes dan setelah itu harus langsung pulang. Seperti ketika masuk ke dalam mal, pintu masuk sudah terdapat informasi jumlah kapasitas pengunjung,” ia menegaskan.
Pada penerapan PPKM Level 3 saat ini semua kegiatan ekonomi tetap berjalan. Maka, protokol kesehatan akan terus diketatkan dan meminta masyarakat untuk tetap tenang agar bisa mengendalikan kasus varian Omicron di Kota Surabaya.
“Syukur alhamdulilah, sehingga tetap menggerakkan ekonomi di Kota Surabaya. Pembatasan waktu dan kapasitas jumlah menjadi perhatian kita,” ia menuturkan.
Di sisi lain, Eri mengaku sempat khawatir terhadap penerapan PPKM karena pada penerapan sebelumnya terdapat pembatasan antarwilayah. Namun pada penerapan PPKM Level 3 kali ini hanya terdapat pembatasan interaksi.
“Tugas pemerintah memastikan ekonomi berjalan sesuai Inmendagri dan tidak ada lagi yang melanggar,” ia menekankan.
Sedangkan untuk penerapan jam malam di Kota Surabaya akan tetap diberlakukan hingga pukul 00.00 WIB. Hanya saja, untuk penutupan sejumlah jalan protokol tidak dilakukan.
“Itu sudah di kepolisian nanti, kita menjalankan apa yang ada di Inmendagri,” ia menandaskan.
Selain itu, terkait pengaruh terbesar Kota Surabaya menjadi Level 3, berasal dari dua indikator yakni pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dan pasien yang dirawat di rumah sakit.
“Kalau lihat BOR (Bed Occupancy Rate) di Surabaya itu masih jauh. Karena rumah sakit tidak bisa menolak pasien, padahal Pak Presiden Joko Widodo menyampaikan kalau gejala ringan tidak perlu ke rumah sakit,” ia menerangkan.
Dari jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, yakni sekitar 600 pasien dengan 62,5 persen di antaranya adalah memiliki gejala ringan. Oleh karena itu, ia mengaku telah berkoordinasi dengan rumah sakit untuk tetap mengajak melakukan perawatan di isolasi terpusat (isoter).
“Bisa juga dipandu dengan diarahkan isolasi di hotel yang bekerja sama dengan rumah sakit tersebut dengan biaya mandiri. Nantinya obatnya juga akan tetap dari rumah sakit,” ia memaparkan.
Meski demikian, salah satu isoter yang berlokasi di Rumah Sakit Lapangan Tembak (RSLT) hingga saat ini belum terisi warga yang terpapar Covid-19. Sebab warga yang terpapar masih diarahkan untuk melakukan isolasi di Hotel Asrama Haji (HAH).
“Untuk warga yang melakukan isolasi mandiri juga harus dipantau oleh Satgas Kampung Wani Jogo Suroboyo. Sebab, untuk mencegah Omicron adalah melakukan percepatan vaksinasi dan disiplin dalam menerapkan prokes,” ia mengingatkan. (*)