IDEALOKA.COM (Pasuruan) – Aktivitas industri pemotongan kayu PT Sonokeling Indah (SKI) di Dusun Ngering, Desa Legok, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dianggap warga mengganggu aktivitas masyarakat sekitar pabrik.
Meski manajemen pabrik menutup ruang terbuka dengan terpal dan jaring atau paranet, partikel halus dari limbah udara pemotongan kayu sonokeling di pabrik setempat tetap berhamburan ke jalan, rumah warga, dan sekolah sekitar pabrik.
Sekolah yang terdampak adalah MI Ma’arif NU Ngering yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari pabrik setempat.
“Saya setiap hari lewat situ karena anak saya sekolah dan mengaji di sekitar situ, mesti mata kelilipan dan debu (partikel kecil dari limbah pemotongan) masuk ke hidung,” kata salah satu warga Dusun Ngering yang setiap hari mengantar anaknya sekolah dan mengaji.
Hal ini juga dikeluhkan salah satu Ketua RT di Dusun Ngering. Ia juga sempat mengajak satpam pabrik untuk melihat dampak limbah udara hasil pemotongan kayu ke MI Maarif NU Ngering, Senin, 7 Oktober 2024.
BACA: Tak Sesuai UMK, Ratusan Pekerja PT SKI Pasuruan Masih Mogok Kerja
“Kemarin saya ajak ke MI biar bisa melihat dampaknya seperti apa, kasihan anak-anak dan warga sekitar yang setiap hari terkena dampaknya,” kata Ketua RT 06 Dusun Ngering, Thoib.
Akibat polusi udara ini, manajemen pabrik memang memberikan kompensasi uang ke sejumlah RT, MI Maarif NU Ngering, dan masjid terdekat sebesar Rp300 ribu per bulan. Namun kompensasi ini tak sebanding dengan dampak polusi serbuk kayu yang mengganggu kesehatan warga, siswa, dan guru MI setempat, dalam jangka panjang.
Menurut pekerja PT SKI, jumlah pekerja di pabrik setempat sekitar 500 orang dengan pembagian waktu (shift) tiga kali dalam 24 jam, mulai dari jam 07.00-15.00, 15.00-23.00, dan 23.00-07.00 WIB. Jam kerja tiap pakerja 7 jam.
Dulu, aktivitas pabrik setempat pernah diprotes warga Dusun Ngering karena serbuk halus dari pemotonga kayu yang berhamburan.
Setelah diprotes, manajemen pabrik memasang terpal dan paranet untuk mengurangi dampak serbuk kayu yang berhamburan. Namun, cara ini tetap tak bisa mencegah serbuk kayu yang berhamburan ke sekolah, rumah warga, musala, dan masjid sekitar pabrik.
BACA: Perundingan Buntu, Pekerja PT SKI Pasuruan Blokir Akses Masuk Pabrik
Selain menimbulkan dampak ke lingkungan sekitar, PT SKI yang bekerjasama dengan PT Cahaya Pagi Berlain (CPB) sebagai perusahaan outsourcing juga diprotes ratusan pekerja yang mogok kerja sejak Senin hingga Rabu, 7-9 Oktober 2024.
Pekerja memprotes gaji yang masih di bawah Upah Minimum Kerja (UMK). UMK Kabupaten Pasuruan tahun 2024 sebesar Rp4.635.133.
Para pekerja sepakat tidak masuk kerja sampai tuntutan mereka dipenuhi. Mereka hanya berkumpul di luar area pabrik. Bahkan beberapa pekerja mengambil alat manual milik pribadi yang biasa digunakan untuk membantu pekerjaan di pabrik.
Selasa siang sekitar pukul 13.00 WIB, perwakilan pekerja bertemu dengan manajemen PT Cahaya Pagi Berlian (CPB) sebagai perusahaan outsourcing yang bekerjasama dengan PT SKI sebagai investor. PT SKI merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA) dengan investor dari Tiongkok.
BACA: AJI Jember: UU Cipta Kerja Rugikan Buruh Termasuk Jurnalis
Pertemuan tersebut dimediasi salah satu Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan, M. Elyas, yang kebetulan berdomisili di Dusun Ngering.
Hingga pertemuan berakhir Selasa siang sekitar pukul 14.00 WIB, manajemen PT CPB tak memenuhi tuntutan pekerja.
“Hasilnya nihil, kami menuntut gaji sesuai UMK, THR (sebesar) satu kali gaji, overtime lembur (dibayar penuh), dan BPJS Ketenagakerjaan,” kata salah satu perwakilan pekerja, Wawan, usai berunding.
Sementara itu, pekerja lain, Budi Santoso, mengatakan beberapa masalah ketenagakerjaan terjadi sejak ada PT CPB sebagai perusahaan outsourcing yang bekerjasama dengan PT SKI.
“Gaji yang awalnya Rp3.950.000, setelah ada outsourcing diubah sedikit demi sedikit jadi Rp3.750.000,” katanya.
Dengan sekian dugaan pelanggaran ketenagakerjaan tersebut, para pekerja menuntut PT CPB tak lagi mengurus rekrutmen karyawan di pabrik setempat. “Kami tetap mogok kerja dan hasil akhirnya semua (pekerja) sepakat CPB harus keluar,” kata Budi.
Sementara itu, hingga Selasa sore, manajemen PT CPB belum bisa dikonfirmasi wartawan yang menunggu di depan pos satpam pabrik setempat.
BACA: Diduga Masih Berusia Anak, Perekrutan Pekerja Migran asal Banyuwangi Diduga Melanggar Aturan
Menurut informasi yang dihimpun dari sejumlah pekerja, pabrik pemotongan kayu jenis sonokeling ini dulu dioperasikan CV Amida Nusantara.
Lalu beralih operator ke PT SKI hingga sekarang. Kemudian PT SKI bekerjasama dengan PT CPB sebagai perusahaan outsourcing yang diberi kewenangan melakukan perekrutan dan seleksi pekerja.
Sebagian besar pekerja pabrik setempat adalah pekerja dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
“PKWT setiap tiga bulan, termasuk kami sebagai satpam,” kata salah satu petugas satuan pengamanan pabrik setempat. Hanya beberapa orang yang sudah lama mengabdi berstatus karyawan tetap.
Petugas satpam yang lain juga mengatakan sebelum ada PT CPB yang berwenang merekrut dan menyeleksi pekerja, gaji langsung ditangani PT SKI.
“Dulu, gaji malah tiap tahun naik, kadang naik Rp100 ribu, sekarang enggak pernah, malah turun,” katanya. Gaji pekerja malah di bawah UMK dan cenderung turun dari waktu ke waktu. (*)