Kawasan sendang atau kolam Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang, Jawa Timur, mendadak viral. Di dasar sendang ditemukan situs petirtaan. Benarkah bagian dari peradaban akhir kerajaan Jenggala yang berpindah dari Sidoarjo ke Jombang?
idealoka.com (Jombang) – Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Andi Muhammad Said mengatakan temuan situs petirtaan di dasar Sendang Sumberbeji ini unik dan penting. “Melihat kondisinya, itu bukan petirtaan biasa, (tapi) petirtaan bangsawan,” katanya, Senin, 14 Oktober 2019.
Said mengatakan BPCB masih fokus pada penyelamatan struktur bangunan situs petirtaan maupun penelusuran benda atau bagian bangunan yang terlepas dari struktur bangunan. Tim juga sedang mengkaji berbagai jenis benda, artefak, atau temuan yang masih menempel di area situs maupun benda yang terlepas dari struktur bangunan area petirtaan.
“Dari situ bisa dikaji bangunan ini zaman siapa dibangun,” kata arkeolog yang akrab disapa Said ini.
Hal itu bisa dikaji misalnya dari ciri-ciri dan ukuran batu bata yang jadi bahan bangunan utama, kode tahun atau nama dinasti pada koin uang Tiongkok yang ditemukan di area petirtaan, ciri-ciri benda berporselen seperti pecahan mangkok atau guci khas dinasti Tiongkok dan Vietnam yang ditemukan di area petirtaan, arca atau benda lainnya yang jadi simbol atau pemujaan penguasa atau bangsawan masa itu, dan sebagainya.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (1): Petirtaan Bangsawan
Said mengatakan tim belum melakukan kajian lebih lanjut termasuk kajian literatur sejarah dari tempat lokasi situs maupun situs itu sendiri.
Misalnya, apakah nama Sumberbeji pernah disebut di naskah atau kitab kuno zaman Majapahit atau sebelum Majapahit dan apakah wilayah setempat dulunya bekas wilayah kerajaan, tanah perdikan (tanah pemberian untuk bangsawan), atau lainnya.
“Belum sampai kesana, kami prioritas (penyelamatan dan penelitian) fisiknya dulu,” katanya.
Said mengatakan temuan petirtaan kuno yang diduga kuat bagian dari peradaban bangsawan atau kerajaan ini akan jadi kajian menarik. Tidak hanya terkait arkeologi dan sejarahnya, tapi juga teknologi pengairan masa itu.
“Sistem pengaturan airnya (bisa dikaji). Sumber airnya sangat besar, saluran di sela-sela (struktur) bata itu banyak sekali. Cara membagi airnya saat itu sudah sangat maju,” katanya.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (2): Mitos dan Fakta di Balik Sendang Sumberbeji
Dugaan petirtaan Sumberbeji terkait dengan masa Airlangga yang merintis Kerajaan Jenggolo dan Kadiri di abad 11 masehi dikatakan arkeolog BPCB Jawa Timur Wicaksono Dwi Nugroho yang memimpin ekskavasi situs Sumberbeji.
“Dugaan kami mengarah kesana, bisa jadi situs petirtaan ini dibangun sebelum masa Majapahit dan masih direhab atau dirawat di zaman Majapahit,” kata Wicaksono. Menurut beberapa literatur, Jenggolo beribukota Kahuripan yang sekarang bernama Sidoarjo. Sedangkan Kadiri yang sekarang bernama Kediri beribukota Doho.
Salah satu temuan di Situs Petirtaan Sumberbeji yang paling berkaitan dengan ketokohan Airlangga dalam sejarah kerajaan di Jawa adalah arca Garuda. Sebagai penganut Hindu Syiwa, Airlangga sangat memuja Dewa Wisnu.
Cerita tentang Dewa Wisnu dalam mitologi Hindu yang digambarkan di Mahabharata, salah satunya terkait dengan Garuda tokoh hewan berwujud burung setengah manusia. Garuda memiliki kepala, paruh, dan sayap burung namun badan dan kakinya berupa badan dan kaki manusia. Garuda merupakan tokoh yang jadi tunggangan Dewa Wisnu.
Meski masa kekuasaannya singkat, Airlangga punya sejarah penting dalam peradaban kerajaan-kerajaan di Jawa hingga berdiri dan runtuhnya Majapahit sebagai kerajaan terakhir Hindu di pulau Jawa.
Ayahnya, Udayana, raja Bedahulu dari Bali dan ibunya, Mahendradatta, putri Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Hindu Kuno di Jawa Tengah.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (4): Arca Pancuran Garuda yang Langka
Dikutip dari wikipedia.org, karena bencana alam, Medang pindah ke perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur dan memiliki ibukota bernama Watan. Ada yang menyebut daerahnya sekitar Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, tak jauh dari Gunung Lawu. Setelah Medang runtuh, Airlangga disebut mendirikan kota bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan yang sekarang terbentang di Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan.
Perjuangan Airlangga meneruskan keturunan dinasti Isyana atau dinasti Mpu Sindok sebagai raja penerus kerajaan Medang di Jawa Timur tak mulus. Istana Watan Mas yang dirintis Airlangga di dekat Gunung Penanggungan dihancurkan raja wanita dari Tulungagung. Lalu ibukota kerajaan yang dirintis Airlangga pindah ke kota Kahuripan yang sekarang disebut Sidoarjo.
Wilayah kerajaan yang dirintis Airlangga terbentang dari Pasuruan hingga Madiun. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya.
Airlangga naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah dan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali.
Sebelum turun tahta dan hidup bertapa, Airlangga membagi dua wilayah kerajaannya untuk kedua istrinya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Sebab kedua putranya berebut tahta dan putri mahkotanya menolak jadi raja dan memilih jadi pertapa. Dengan kesaktiannya, Mpu Bharada ditugasi membelah wilayah kerajaan dan menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur.
Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah dua kerajaan baru.
Kerajaan di wilayah barat disebut Kadiri berpusat di Kota Doho diperintah Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan wilayah timur disebut Jenggala atau Janggala berpusat di Kota Kahuripan dan diperintah Mapanji Garasakan.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (5): Jejak Kisah Pencarian Air Suci
Dikutip dari wikipedia.org, Kadiri dan Jenggala akhirnya berperang dan Jenggala kalah. Bahkan ada yang menyebut Jenggala akhirnya pindah dari Sidoarjo ke Jombang. Namun informasi ini perlu dikaji dan diteliti berdasarkan sumber terpercaya dan bisa dipertanggungjawabkan secara akademisi dan ilmiah.
“Nah, situs petirtaan yang ditemukan di Sumberbeji, Jombang, ini kami duga terkait dengan Airlangga yang membagi wilayah kerajaannya di barat dan timur sungai Brantas,” kata Wicaksono.
Situs petirtaan di dasar sendang Sumberbeji, Dusun Sumberbeji, Desa Kesambi, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, berjarak sekitar 20 kilometer di timur sungai terbesar di Jawa Timur, Brantas.
Wicaksono yakin sebuah petirtaan tidak jauh dari istana kerajaan atau keraton. Selain situs petirtaan, bukti peradaban bangsawan lainnya juga pernah ditemukan warga perajin batu bata yang berada di sekitar situs petirtaan Sumberbeji. Di sekitarnya terdapat beberapa gubuk tempat pembuatan batu bata.
Menurut Ketua Paguyuban Pelestarian Cagar Budaya dan Sejarah Sumberbeji, Sarif Hidayatullah, perajin batu bata pernah menemukan benda-benda purbakala. “Mulai dari batu bata kuno, guci China, sampai perhiasan dari emas,” katanya.
BACA : SITUS PETIRTAAN SUMBERBEJI (6): Misteri Candi, Parit Luk Telu, dan Jaringan Air Tanah
Sekitar 4-5 kilometer dari Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, beberapa kali juga ditemukan stuktur bangunan dari batu bata kuno yang terpendam dalam tanah.
Bangunan batu bata kuno seperti dinding atau pagar berukuran panjang itu ditemukan di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro, dan Dusun Kedaton (Keraton), Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek. Kedua desa ini saling berbatasan.
Namun belum ada ekskavasi atau penggalian dalam skala besar di Desa Sugihwaras dan Bulurejo. Bangunan dari batu bata kuno itu ditemukan secara tidak sengaja ketika ada aktivitas penggalian tanah untuk pembuatan batu bata maupun aktivitas galian C atau galian lahan yang diambil material pasir dan tanahnya.
“Apakah temuan di Sugihwaras dan Kedaton itu terkait dengan situs petirtaan di Sumberbeji masih perlu dikaji,” kata Wicaksono.
Wicaksono menambahkan benda purbakala lainnya yang bisa mengaitkan petirtaan Sumberbeji dengan konteks waktu saat itu misalnya temuan beberapa pecahan perabotan yang terbuat dari keramik porselen khas Tiongkok dan Vietnam dan beberapa koin mata uang Tiongkok.
“Ada beberapa pecahan porselen yang cirinya khas Dinasti Yuan dan Dinasti Song dari China serta ada juga yang khas buatan Vietnam,” ujarnya.
BACA : FOTO & GRAFIS: Jejak Kisah Air Suci Abadi di Sumberbeji
Dinasti Yuan di Tiongkok bertahta tahun 1271–1368 masehi atau satu masa dengan Majapahit yang ada selama abad 12 hingga 15. Sedangkan Dinasti Song bertahta sebelum masa Majapahit di tahun 960 sampai 1279 masehi.
“Ada perbedaan warna maupun kualitas kehalusan porselin antara Dinasti Yuan dan Song. Buatan zaman Dinasti Song lebih glossy (mengkilap). Kalau warnanya hampir sama, seperti hijau toscha. Sedangkan buatan Vetnam lebih kasar dan kurang rapi,” katanya.
Sedangkan temuan beberapa koin mata uang diduga dari Tiongkok masih dalam proses pembersihan dan penelitian di laboratorium BPCB Jawa Timur. “Sebab mengalami korosi. Semoga bisa dilihat angka tahun yang biasanya ada di mata uang,” katanya. (*)
Penulis & Foto: Ishomuddin