Berdampak pada Kualitas Hidup, Kiai dan Santri Jawa Timur Cegah Bahaya Rokok

idealoka.com – Sabtu, 20 Juli 2019, perwakilan kiai dan santri dari pondok pesantren berbasis Nahdlatul Ulama (NU) beserta pengurus Fatayat NU di Jawa Timur mengikuti Pertemuan Kiai, Santri, dan Fatayat NU se-Jawa Timur untuk Pengendalian Rokok yang diselenggarakan Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) bekerja sama dengan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI).

Festival yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur ini merupakan rangkaian Festival Pengendalian Rokok yang diadakan di tiga kota yaitu Jombang, Kediri, dan Jakarta, yang bertujuan untuk mendorong upaya mengurangi konsumsi rokok di Indonesia.

Read More

Upaya pengendalian konsumsi rokok ini sangat penting menyusul naiknya perokok remaja dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018 (Riset Kesehatan Dasar). Data yang sama menunjukkan, 62,9 persen laki-laki dewasa di Indonesia merokok dan membuat perempuan/ibu dan anak menjadi perokok pasif dalam kesehariannya. Di sisi lain, harga rokok di Indonesia diketahui masih terjangkau. Padahal, perilaku merokok berdampak pada berbagai aspek, tidak hanya kesehatan tapi juga sosio-ekonomi yang dapat menurunkan kualitas hidup dan menghambat pembangunan.

Foto: Komnas Pengendalian Tembakau

Penelitian PKJS-UI menunjukkan bahwa perilaku merokok masyarakat pra-sejahtera dapat menimbulkan masalah serius, seperti stunting. Hal ini disebabkan pendapatan rumah tangga yang semestinya digunakan untuk belanja makanan bernutrisi tersubstitusi oleh belanja rokok. “Berdasarkan penelitian kami dengan mengeksplorasi data Indonesia Family Life Survey, ditemukan fakta bahwa ada peningkatan pengeluaran untuk rokok dibarengi dengan penurunan pengeluaran untuk makanan bernutrisi,” kata Renny Nurhasana, salah satu peneliti PKJS-UI.

Oleh karena itu, upaya yang lebih efektif untuk menurunkan jumlah konsumsi rokok terutama di kalangan masyarakat pra-sejahtera dan remaja perlu dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan harga rokok.

Foto: Komnas Pengendalian Tembakau

Peran para tokoh agama dalam mengedukasi masyarakat tentang dampak perilaku merokok tentu saja sangat diperlukan saat ini. Festival yang dihadiri hampir 200 peserta ini mengajak para kiai dan santri NU di Jawa Timur untuk menyelamatkan generasi bangsa dari candu rokok. Para kiai dan santri NU yang hadir menunjukkan kepedulian mereka terhadap dampak perilaku merokok terutama bagi generasi muda. Melalui kenaikan cukai rokok, diharapkan anak maupun orang dewasa termasuk masyarakat miskin dapat terhindar dari perilaku ini sehingga kesempatan Indonesia untuk mencapai generasi emas tahun 2045 dapat terwujud.

“Rokok masih menjadi persoalan Bangsa Indonesia. Selama ini, Pondok Pesantren Tebuireng telah menerapkan pengendalian konsumsi rokok di lingkungan pesantren termasuk para pengajar dan santri untuk tidak merokok di lingkungan pondok. Kami sangat setuju generasi muda di masa depan harus bebas dari pengaruh adiksi rokok sehingga kualitas hidupnya lebih baik. Untuk itu, kami juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan pengendalian konsumsi rokok, salah satunya dengan menaikkan harga rokok setinggi-tingginya agar tidak terjangkau oleh anak-anak,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid.

Salah satu peserta workshop, Muhammad Toha, santri dari Universitas Hasyim Asy’ari, mengatakan bahwa harga rokok cukup murah sehingga dia masih bisa membelinya dengan uang saku. Di sisi lain, dia berharap aturan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan pondok diterapkan secara konsisten untuk melindungi para santri dari asap rokok.

Hal ini seirama dengan yang disampaikan Mohamad Setyo Budi dari Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI) yang juga masih berusia muda. Ia menegaskan kepada generasi sebayanya agar tidak merokok karena dampak adiksi terhadap dirinya berdampak besar dalam kehidupannya.

Foto: Komnas Pengendalian Tembakau

Selain melakukan upaya perlindungan pada anak-anak dari bahaya rokok, NU memiliki peranan besar dalam memperjuangkan hak-hak perempuan/ibu. Perempuan/ibu dapat bersuara terkait isu rokok seperti yang direpresentasikan oleh para kader Fatayat NU yang hadir dalam kegiatan ini.

Dalam pertemuan ini juga diserukan pemenuhan kebutuhan gizi anak untuk mencegah stunting dan mencegah belanja kebutuhan pokok tergantikan pengeluaran rokok. “Kegiatan ini menyadarkan kami betapa merokok sangat merugikan dan mempengaruhi kesejahteraan. Ibu-ibu harus berani bersuara untuk memenuhi haknya seperti menghirup udara yang sehat di rumah dan hak pemenuhan kebutuhan penting lainnya. Jangan sampai, gara-gara rokok, masa depan anak-anak kita dikorbankan, selain itu kami selalu khawatir karena menjadi perokok pasif,” ujar Efri Wahdiyah Nasution, Ketua 3 Bidang Kesehatan Fatayat NU yang hadir dalam kegiatan ini.

Sementara itu, salah satu pembicara, Hafid Algristian, dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya dan juga aktivis Green Crescent Indonesia memaparkan edukasi terhadap santri mengenai rokok dan kesehatan perlu diterapkan sejak dini. “Walaupun mayoritas dari mereka sudah mengetahui efek negatifnya namun kita sebagai pejuang tidak boleh ada hentinya terus mengingatkan dan mengedukasi agar anak-anak terhindar dari rokok,” katanya.

Peran pesantren khususnya yang berbasis NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia dalam pengendalian tembakau begitu penting. Dengan diselenggarakannya festival ini diharapkan dukungan perlindungan anak dan perempuan/ibu dari bahaya rokok melalui harga rokok yang tidak terjangkau dapat mengurangi konsumsinya di Indonesia sehingga dapat mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Dalam kegiatan tersebut, masing-masing perwakilan juga menandatangani lembar dukungan pencegahan bahaya rokok.

Lembar dukungan

Rangkaian festival akan dilanjutkan dengan pelaksanaan acara serupa di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, pada 21 Juli 2019 dan pelaksanaan kegiatan seminar dan workshop pengendalian rokok bersama Fatayat NU Jabodetabek pada 27 Juli 2019 di Jakarta. (*)

Related posts

Leave a Reply