Perkembangan Lahan Pabrik
Luas lahan pertanian yang dibangun untuk pabrik PT PRIA pada tahun 2011 awalnya hanya sekitar 0,4 hektar di sebelah barat daya jalan desa. Namun, hingga tahun 2022 berdasarkan pengukuran melalui aplikasi Google Earth, luas lokasi pabrik beserta tanah pertanian yang dikuasai PT PRIA sudah banyak bertambah.
PT PRIA telah menguasai lahan total sekitar 13 hektar antara lain 10 hektar di sebelah barat daya jalan dan sekitar 3 hektar di sebelah timur laut jalan. Selain untuk instalasi pengolahan limbah, perluasan lahan dilakukan untuk tempat penampungan bahan baku limbah B3 dan tempat produksi batako, batu bata merah, dan kertas kualitas rendah yang berbahan baku limbah B3.
Warga khawatir perluasan area pabrik PT PRIA akan menambah dampak pencemaran pada air, tanah, tanaman, dan udara akibat aktivitas penampungan, pembakaran atau pemusnahan, dan daur ulang limbah B3.
Tahun 2018, warga pernah menggugat secara Tata Usaha Negara (TUN) terkait perluasan lahan industri batako PT PRIA. Warga menggugat Surat Keputusan Bupati Mojokerto Nomor 188/1886/KEP/416-110/2017 tertanggal 20 Oktober 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Industri Batako PT. Putra Restu Ibu Abadi. Namun gugatan di PTUN Surabaya tersebut ditolak hingga tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Peta Area Pabrik PT PRIA Tahun 2022:
Peta Perubahan Lahan sebelum dan sesudah Ada Pabrik PT PRIA (2011 hingga 2022):
Perlawanan Warga: Demo hingga Gugatan Hukum
Sejak tahun 2013, berbagai cara ditempuh warga untuk memprotes pelanggaran pengelolaan limbah B3 oleh PT PRIA, mulai dari mendatangi pabrik hingga instansi pemerintah dan menggugat secara hukum.
Warga yang tergabung dalam perkumpulan Penduduk Lakardowo (Pendowo) Bangkit dan Green Woman telah mengadukan masalah limbah B3 yang dikelola PT PRIA ke berbagai pihak mulai dari Pemkab Mojokerto, Pemprov Jawa Timur, DPRD Jawa Timur, DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hingga Kantor Staf Presiden. Bahkan beberapa warga bersama aktivis Ecoton pernah menggelar aksi demonstrasi di Jakarta.
Warga dengan didampingi kuasa hukum dari Ecoton juga telah dua kali mengajukan gugatan hukum pada PT PRIA dan pihak terkait. Namun pengadilan menolak kedua gugatan tersebut.
Pada tahun 2018, Pendowo Bangkit mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya atas Surat Keputusan (SK) Bupati Mojokerto Nomor 188/ 1886/ KEP/ 416 – 110/ 2017 tertanggal 20 Oktober 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Industri Batako PT. Putra Restu Ibu Abadi (PRIA).
PTUN Surabaya menolak gugatan tersebut dan sampai kasasi serta Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung (MA) tetap menolak gugatan warga dengan nomor perkara 100/G/LH/2018/PTUN.SBY tersebut. Putusan PK turun pada Agustus 2020.
Pada tahun 2020, Pendowo Bangkit mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto dengan nomor perkara 4/Pdt.G/LH/2020/PN Mjk. Namun pengadilan menolaknya dan sampai di tingkat kasasi, MA juga menolak gugatan warga. Putusan kasasi turun pada Maret 2022:
Dalam gugatan tersebut, warga menuntut PT PRIA meminta maaf kepada semua warga Desa Lakardowo dan Desa Sidorejo; memulihkan penimbunan limbah B3 di Desa Lakardowo dan Desa Sidorejo; menjalankan dokumen Amdal dan aspek hukum, serta lingkungan hidup lainnya; merehabilitasi lingkungan hidup akibat penimbunan limbah B3; dan membayar biaya rehabilitasi lingkungan hidup akibat penimbunan limbah B3.
Warga Menolak Hasil Audit Lingkungan
Pada tahun 2016-2017, Kementerian LHK menunjuk enam orang sebagai tim auditor independen untuk melakukan Audit Lingkungan Hidup Wajib Ketidaktaatan pada PT PRIA. Penunjukan tim auditor independen tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Hasil audit telah disampaikan dan disosialisasikan ke masyarakat Desa Lakardowo dan Pemkab Mojokerto tahun 2018.
Hasil audit tertera di halaman 20-22 dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2018 yang disusun Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan di bawah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK.
Ada tujuh kesimpulan dalam audit tersebut. Salah satunya mengenai kaitan dugaan pencemaran air tanah pada sumur warga dengan penimbunan limbah B3 tahun 2010 di dalam area lahan yang dulu dibangun pabrik PT PRIA.
Tim menyatakan dugaan pencemaran air tanah yang mencakup aliran air tanah/hidrogeologi, udara, sumber pencemar (source), pola sebaran (pathway), dan manusia/masyarakat terkena dampak (receptor), serta dugaan penimbunan limbah B3, tidak berkorelasi dengan kualitas air masyarakat. Menurut tim, penyakit kulit nonbiologis eksternal yang dialami masyarakat lebih berkorelasi dengan kualitas udara ambien di daerah setempat.
Kesimpulan dalam audit ini ditolak warga dan Ecoton yang selama ini mendampingi warga karena dianggap tidak sesuai fakta dan data yang selama ini dikumpulkan dengan bantuan laboratorium pemerintah maupun swasta dan perguruan tinggi. Tim audit juga tidak mempublikasikan data hasil uji sampel air maupun tanah yang sudah diteliti.